Sistem Kemitraan Ojek Online Bermasalah dan Merugikan Ojol, Ini Penjelasan Peneliti

- 1 Mei 2021, 11:58 WIB
Ilusstrasi pengemudi ojek online.
Ilusstrasi pengemudi ojek online. /ANTARA

Ketiga, erusahaan memonopoli akses informasi dan data. Data yang terkumpul di perusahaan platform sendiri merupakan hasil akumulasi informasi dari kerja Ojol. Status sebagai tidak serta merta membuat para Ojol dapat mengakses informasi dan data di perusahaan platform.

Baca Juga: Menaker: THR Dibayar Penuh, Tepat Waktu, dan Tidak Dicicil, Jika Melanggar Lapor Disini

Tidak adanya akses kendali atas akses dan kendali data yang kemudian diatur oleh sistem algoritma memingirkan Ojol dari informasi tentang bagaimana tata kelola yang seharusnya dilakukan untuk saling menguntungkan dalam hubungan kemitraan.

Keempat, hubungan kemitraan yang dijalankan bertentangan dengan aturan hukum di Indonesia. Ada tiga praktik hubungan kerja antara perusahaan platform dan ojol di atas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang pelaksanaan UU tersebut yang mengatur tentang kemitraan.

Dalam penelitian ini mendapat informasi bahwa praktik kemitraan yang berjalan tidak menerapkan prinsip-prinsip kemitraan yaitu saling memerlukan, saling mempercayai, saling memperkuat, dan saling menguntungkan, seperti aturan dalam Pasal 1 Ayat 13 UU 20 Tahun 2008.

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta 1 Mei 2021: Mama Sarah Buntuti Elsa, Jatah Kedua Ricky Kacau, Kebohongan Terbongkar

Itu terjadi karena adanya hubungan yang tidak setara dan memunculkan dominasi perusahaan platform atas mitra mereka, yaitu ojol.

Kedudukan para pihak dalam perjanjian berlangsung tidak setara dan terlihat dari isi perjanjian berupa hak dan kewajiban yang tidak seimbang.

Dampak dari keputusan sepihak ini membuat 84,83% responden ojol dalam penelitian ini menilai jika perubahan kebijakan tentang tarif, bonus, potongan, hingga sanksi cenderung merugikan pihak ojol dan menguntungkan pihak perusahaan platform. Hanya 8,97% yang menyebut perubahan kebijakan itu menguntungkan dan 6,20% tidak mau menjawab.***

Halaman:

Editor: Ainur Rofik

Sumber: theconversation.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah