Pilkada Jangan Jadi Ajang Perpecahan

1 Desember 2020, 23:21 WIB
Ketua MK Anwar Usman bersama Sekjen MK M Guntur Hamzah membuka kegitan Bimbingan Teknis Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020, Senin (30/11) di Gedung MK. Foto Humas/Ifa. /Mkri.id

PORTAL SULUT - 9 Desember bakal digelar pemilihan Kepala Daerah serentak, masyarat harus bisa menjaga kerukunan, keamanan dan ketertiban.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, membuka secara resmi Bimbingan Teknis Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020 Bagi Pasangan Calon Kepala Daerah, pada Senin 30 november 2020 malam di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor.

“Pilkada jangan dijadikan ajang terjadinya porak-poranda bagi para calon kepala daerah. Janganlah pilkada jadi ajang perpecahan sesama anak bangsa. Pilkada adalah wadah untuk memilih siapa yang terbaik menurut masyarakat di wilayah masing-masing," ujarnya.

Baca Juga: Situasi Pandemi Tidak Mengurangi Ancaman Radikalisme dan Terorisme

"Kita harus meyakini bahwa siapapun yang terpilih, itulah yang dikehendaki Allah SWT. Bagi yang belum berhasil, bukan gagal tapi sebagai sukses yang tertunda,” kata Anwar yang menyampaikan ceramah kunci, seperti dikutip Portal Sulut dari MKRI.id.

Anwar melanjutkan, pelibatan masyarakat dalam satu sistem pemerintahan merupakan keniscayaan yang tak mungkin dielakkan. Bentuk pelibatan masyarakat dalam pemerintahan melalui sistem demokrasi yang dikenal dengan pemilihan umum.

Rakyat dalam konsep demokrasi dikonstruksikan sebagai pemangku kepentingan utama atau pemilik kedaulatan tertinggi dalam sistem ketatanegaraan.

Baca Juga: Menteri Dalam Negeri Dorong Kepala Daerah Konsisten Tegakkan Protokol Kesehatan

“Dengan demikian, hanya rakyat yang memiliki kewenangan untuk menunjuk para wakilnya dalam jabatan publik baik legislatif maupun eksekutif. Oleh karena itu, demi menjaga kelangsungan proses demokrasi dan menjaga kepentingan berbagai kelompok, maka hanya norma yang menjadi konsensus bersama yang dapat menjadi pengikat yaitu Konstitusi. Konsep ini yang kita kenal dengan nomokrasi atau kedaulatan norma,” jelas Anwar.

Di berbagai negara dan juga di Indonesia, ungkap Anwar, konsep demokrasi dan nomokrasi diberlakukan secara bersandingan.

Dengan harapan, keduanya dapat saling mengisi dan melengkapi. Terlepas dari perdebatan bahwa pemilihan kepala daerah merupakan bagian dari rezim pemilihan umum atau bukan, namun proses pilkada merupakan bagian dari implementasi anutan paham sistem demokrasi dan nomokrasi yang menjadi paradigma Konstitusi.

Baca Juga: Cek Penerima BPUM di eform.bri.co.id. Bawa Ini ke BRI, Dijamin BLT UMKM 2,4 Juta Cair

Paradigma inilah yang menjadi label bagi negara Indonesia sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum.

Termasuk terjadi perubahan isi Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.

Kalau sebelumnya, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.

Baca Juga: Libur Akhir Tahun Dikurangi Tiga Hari

“Dengan perubahan konsep paradigma ini, maka daulat tertinggi dikembalikan kepada rakyat untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Perubahan ini juga berimplikasi pada proses pemilihan kepala daerah," terangnya.

"Semula pemilihan gubernur, bupati, walikota dilakukan dengan mekanisme yang dilakukan oleh DPRD pada masing-masing daerah. Sejak perubahan UUD 1945 khususnya Pasal 18 Ayat (4) yang berbunyi gubernur, bupati dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, kota dipilih secara demokratis,” papar Anwar.

Selain penyelenggaraan dan pengawasan oleh KPU dan Bawaslu, kata Anwar, terdapat pula mekanisme penyelesaian pelanggaran sesuai dengan jenis dan tahapannya masing-masing.

Baca Juga: Pemerintah Bubarkan 10 Lembaga Non-Struktural, Begini Penjelasan Menteri PANRB Tjahjo Kumolo

Pelanggaran kode etik menjadi kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP.

Pelanggaran administrasi menjadi kewenangan Bawaslu, tindak pidana pemilihan menjadi kewenangan sentra gakumdu dan peradilan umum, sengketa tata usaha negara menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN.

Sedangkan untuk memutus dan menyelesaikan perselisihan penetapan hasil perolehan suara para peserta atau pasangan calon, diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi.

Baca Juga: Hore, Kemensos Akan Salurkan Bantuan Sosial Rp 200 Ribu Untuk 10 Juta KPM Pada 2021

Sementara Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah berharap agar kegiatan bimtek bagi para calon kepala daerah, khususnya pada tim pemenangan, benar-benar dapat memberi manfaat dan berdaya guna, termasuk dapat memperlancar pelaksanaan tugas di Mahkamah Konstitusi.

“Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi di tengah kesibukan yang begitu padat, alhamdulillah masih dapat menyempatkan hadir dalam acara pembukaan bimtek," ungkapnya.

"Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para peserta. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, kesuksesan, perlindungan kepada Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi dan para peserta,” ucap Guntur.

Baca Juga: Cek Hp Anda, Kemendikbud Bagikan Kuota Data Internet

Ditambahkan Guntur, Bimtek Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Serentak Tahun 2020 bertujuan meningkatkan pemahaman dan menyamakan persepsi masyarakat mengenai Konstitusi, Mahkamah Konstitusi, Putusan Mahkamah Konstitusi dan isu-isu ketata negaraan lainnya.

Selain itu bimtek bertujuan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai Hukum Acara Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota Tahun 2020. ***

 

Editor: Ainur Rofik

Sumber: mkri.id

Tags

Terkini

Terpopuler