Tentunya hal ini menimbulkan kekhawatiran akan timbulnya masalah kesehatan baru terutama Penyakit Tidak Menular (PTM) sebagai akibat dari merokok, lanjut dia.
“Peningkatan konsumsi rokok ini juga berdampak pada beban biaya kesehatan. Data BPJS Kesehatan tahun 2019 menunjukkan bahwa jumlah kasus PTM akibat konsumsi tembakau seperti jantung, stroke, kanker adalah 17,5 juta kasus dengan biaya lebih dari 16,3 triliun rupiah,” papar Wamenkes.
Hal ini tentunya mendorong pemerintah untuk terus melakukan upaya-upaya pencegahan mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Di tingkat pusat, pemerintah berupaya melindungi masyarakat dari paparan asap rokok dengan meningkatkan cukai rokok, melarang iklan rokok serta kebijakan kawasan bebas rokok.
Di daerah, lanjut Dante, perlu dilakukan penguatan dengan meningkatkan kemampuan daerah dalam peningkatan pelayanan kesehatan, serta membatasi konsumsi rokok serta melindungi masyarakat terhadap dampak negatif dari rokok. “Salah satunya dengan menetapkan Pajak Rokok Daerah (PRD),” tandasnya.
Secara spesifik aturan penggunaan pelayanan kesehatan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 53 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Wamenkes berharap melalui pajak dan cukai rokok, daerah dapat meningkatkan kemampuannya berinovasi untuk mengurangi peredaran dan konsumsi rokok di daerahnya, semakin meningkatkan pelayanan kesehatan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai.
“Program ini harus secara masif tereskalasi di 34 provinsi dari 514 Kabupaten/Kota se-Indonesia,” pinta Dante.***