Usman Hamid juga juga menambahkan jika pemerintah seharusnya tidak membuat keputusan sepihak atas pembubaran FPI, menurutnya pemerintah harus mengutamakan pendekatan hukum dan peradilan.
Baca Juga: Pemerintah Buka Peluang Bikin SIM Gratis, Hanya 3 Kategori ini yang Berhak Mengurus
“Misalnya, proses hukum pengurus ataupun anggota FPI yang diduga terlibat dalam tindak pidana, termasuk ujaran kebencian dan hasutan melakukan kekerasan berdasarkan agama, ras, asal usul kebangsaan maupun minoritas gender. Itu kewajiban negara,” terang Usman Hamid.
Dapat dimengerti adanya unsur masyarakat yang menentang sikap intoleran yang berbasis kebencian agama, ras, ataupun asal usul kebangsaan yang kerap kali ditunjukkan oleh pengurus dan anggota FPI, namun dalam keterangan Usman Hamid menegaskan.
Kita harus menyadari bahwa hukum yang melindungi suatu organisasi dari tindak sewenang-wenang negara merupakan hukum yang sama yang melindungi hak asasi manusia. Lebih lanjut menurutnya yang perlu diperbaiki adalah mekanismenya.
Baca Juga: Punya Resolusi Hidup Sehat ala Vegetarian Tahun ini Guna Menjaga Lingkungan, Kunjungi Veganuary
Amnesty memberikan saran kepada pemerintah untuk membuat mekanisme yang lebih adil sesuai standard-standar hukum internasional, termasuk pelarangan dan pembubaran sebuah organisasi melalui pengadilan yang tidak berpihak.
Hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul telah dijamin dalam Pasal 21 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU 12/2005, serta Komentar Umum No. 37 atas Pasal 21 ICCPR.
Sedangkan dalam kerangka hukum nasional, Konstitusi Indonesia juga telah menjamin hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, yaitu dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 juga menjamin hak setiap orang untuk memperjuangkan haknya secara kolektif, sementara Pasal 28D menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.***