Ini karena Ali merupakan warga asli dari Desa Kalora, Poso, sehingga dirinya diyakini telah menguasai wilayah tempat tinggalnya.
Menurut Kapolda Sulawesi Tengah saat itu, Brigjen Pol Rudy Sufahriadi, Ali Kalora adalah sosok radikal senior di kalangan gerilyawan di Poso.
Baca Juga: Presiden Joko Widodo Apresiasi Semangat Pengabdian Anggota Korpri di Tengah Pandemi
Ia menyebut bahwa Ali Kalora berpotensi menjadi "Santoso baru" karena latar belakang pengalamannya yang cukup senior.
Meski demikian, ia yakin kekuatan gerilya di bawah kepemimpinannya tidak akan sebegitu merepotkan dibandingkan Santoso.
Kapolri saat itu, Jenderal Pol Tito Karnavian menilai, Ali tidak memiliki kemampuan kepemimpinan yang sama dengan Santoso dan Basri, begitu pula dengan spesialisasi dan militansi.
Tetapi Tito berpendapat, kaderisasi anggota baru bisa terjadi apabila aparat dan pemerintah menghentikan operasi penanggulangan terorisme di Poso sehingga operasi harus terus dilakukan untuk menetralisir dan menangkal ideologi radikal pro-kekerasan di Poso.
Baca Juga: 10 Lembaga Non Kementrian Dibubarkan
Bukti Kekejaman MIT
Dikutip dari berbagai sumber, anggota kelompok MIT melakukan beberapa kali pembunuhan terhadap warga sipil. Terparah di wilayah Parigi Moutong. Mereka memenggal tiga kepala petani di daerah tersebut pada September 2015.
Mereka juga menculik dan membunuh tiga warga yang tengah mencari rotan dan damar di Desa Sedoa.