RUU Minol: Pedagang dan Peminum Bisa Dipenjara atau Denda Hingga Miliayaran Rupiah

13 November 2020, 12:16 WIB
Ilustrasi miras: Seorang janda di Sleman, Yogyakarta telah diamankan petugas karena nekat menjual miras demi menghidupi kedua anaknya. /DOK. PIKIRAN RAKYAT/

PORTAL SULUT - Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) mengatur sanksi tegas bagi produsen dan konsumennya.Tak tanggung-tanggung saksi pidana yang akan didapat jika RUU ini disahkan, mulai dari penjara hingga miliayaran rupiah.

Bagi para produsen dan pedagang minuman beralkohol ancaman pidana dan denda diatur dalam Pasal 19. Hukuman penjara paling lama 10 tahun.

Baca Juga: Subsidi Gaji: Siapa-siapa yang Cair Hari Ini? Cek Nama Disini Apakah Anda Termasuk Penerima

"Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (2) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," bunyi Pasal 19.

Sementara untuk orang yang mengonsumsi minuman beralkohol, berupa pidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp50 juta. Sanksi pidana atau denda tersebut tertuang di Pasal 20 Bab VI tentang Ketentuan Pidana RUU Minol.

"Setiap orang yang mengonsumsi minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp50 juta," demikian bunyi draft RUU tersebut.

Baca Juga: Kualifikasi Piala Dunia 2022: Target Kemanangan Brazil di Tengah Cedera Pemain

Untuk klasifikasi jenis minuman keras atau miras yang dilarang di RUU tersebut terbagi dalam tiga kelas yakni golongan A, golongan B, dan golongan C.

Minuman keras golongan A adalah adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari satu sampai lima persen.

Golongan B adalah adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari lima persen sampai dengan 20 persen.

Baca Juga: Gatot Nurmantyo tak Hadiri Pemberian Penghargaan Bintang Mahaputera Jokowi

Sementara golongan C adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen.

Selain ketiga jenis klasifikasi tersebut, RUU Larangan Minuman Beralkohol tersebut juga melarang peredaran minuman beralkohol dari miras tradisional dan miras campuran atau racikan.

Larangan ini bisa dikecualikan untuk waktu-waktu tertentu seperti untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh perundang-undangan. Aturan ini tertuang dalam pasal 8.

Baca Juga: Di Wilayah Ini, Siswa tak Punya Gawai Boleh Belajar di Sekolah

Seperti dilansir Antara, Badan Legislasi DPR RI mendengarkan penjelasan mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol, dari anggota Komisi X DPR RI Illiza Sa'aduddin Djamal dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung di Senayan, Jakarta, Selasa, 10 November 2020.

“RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol merupakan RUU usulan dari Anggota DPR RI Fraksi PPP, Fraksi PKS dan Fraksi Gerindra dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol, menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol, dan menciptakan ketertiban dan ketenteraman di masyarakat dari para peminum,” papar Illiza.

Baca Juga: BLT UMKM: Ditutup Jika Kuota Terpenuhi, Segera Daftar! Ini Link Pendaftaran Online

Illiza juga memaparkan empat perspektif yang melandasi urgensi pembahasan RUU yang masuk dalam daftar 37 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 tersebut dalam materi yang disampaikan pada RDP Baleg DPR RI itu.

Perspektif pertama, yaitu perspektif filosofis. Bahwa larangan minuman beralkohol diperlukan untuk mewujudkan nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Kedua, dalam perspektif sosial. Banyaknya orang yang meninggal karena minuman beralkohol, timbulnya kejahatan dan kekerasan di masyarakat, membuat RUU Larangan Minuman Beralkohol menjadi kebutuhan mendesak untuk menciptakan kestabilan sosial.

Baca Juga: Belum dapat Bantuan Pemerintah? 6 Bantuan Ini Dibuka Hingga 2021. Ini Syarat dan Cara Mendaftar

Ketiga, dari perspektif yuridis formal, khususnya hukum pidana. Menurut Illiza, RUU Larangan Minuman Beralkohol sudah sangat urgen karena ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah tidak memadai sehingga perlu dibentuk UU baru. Perspektif yang terakhir, dilihat dari aspek pembangunan hukum dalam rangka mewujudkan tujuan negara, tujuan hukum, dan tujuan hukum pidana.

Adapun dua jenis larangan yang diusulkan dalam RUU tersebut yaitu:

Baca Juga: Belum Terima Subsidi Gaji Termin 2? Segera Lapor di Nomor Ini

1. Setiap orang yang memeluk agama Islam dan agama lainnya dilarang untuk memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual, dan mengkonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran atau racikan memabukkan.

2. Setiap orang yang menggunakan, membeli dan/atau mengkonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran atau racikan memabukkan untuk kepentingan terbatas harus berusia minimal 21 tahun dan wajib menunjukkan kartu identitas pada saat membeli di tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: SUBSIDI GAJI: Cek Data Penerima Lewat Inbox. Bisa Juga Sampaikan Keluhan, Ini Formatnya

Kendati demikian, Illiza menyerahkan kembali kepada para anggota Badan Legislasi DPR RI lainnya yang hadir dalam rapat tersebut apabila kedua larangan tersebut mau disesuaikan kembali seiring dengan pembahasan dan masukan-masukan dari para anggota Dewan.***

Editor: Ainur Rofik

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler