Legenda Naga Biru Semeru: Jonggring Saloko Si Penyelamat Penduduk Desa

- 21 Desember 2021, 14:30 WIB
Ilustrasi, Naga Biru. Legenda Naga Biru Semeru: Jonggring Saloko Si Penyelamat Penduduk Desa
Ilustrasi, Naga Biru. Legenda Naga Biru Semeru: Jonggring Saloko Si Penyelamat Penduduk Desa /Yoga mulyana /

PORTAL SULUT – Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian mencapai 3.676 mdpl.

Gunung Semeru merupakan gunung api aktif yang terakhir kali erupsi pada awal Desember 2021.

Gunung Semeru juga menyimpan keindahan alam, sehingga tidak heran bila menjadi destinasi para pendaki.

Baca Juga: Dapat Pesan Dari Leluhur, Dewi Diadiva Wanita Indigo,” Gunung Meletus Di Jawa Tengah, Jawa Barat,” Benarkah?

Sebagai gunung tertinggi di pulau Jawa, banyak pula mitos dan legenda yang meliputi Semeru.

Salah satu legenda tersebut adalah tentang Naga Biru atau Jonggring Saloko.

Dikisahkan, Jonggring Saloko adalah naga tunggangan para Dewa di Kahyangan.

Namun, Jonggring Saloko melarikan diri dari Kahyangan ke Bumi.

Dilansir dari kanal Youtube, IPedia dotID pada Selasa, 21 Desember 2021, berikut cerita selengkapnya mengenai legenda Jonggring Saloko.

Alkisah, hiduplah seorang anak bernama Suriwa bersama ibunya di kaki Semeru . Mereka hidup berdua tanpa sosok ayah yang sudah pergi menghadap sang Khalik.

Kemudian, suatu ketika sang ibu menderita demam yang sangat tinggi. Berbagai pertolongan yang diberikan Suriwa tak mampu meredakan demam ibunya.

Hingga pada akhirnya Suriwa yang baru berumur 15 tahun itu memutuskan untuk mengantar ibunya ke tabib.
Perjalanan mereka berdua itu berbekal sepiring nasi putih tanpa lauk yang dibungkus daun pisang. Suriwa pun menggendong ibunya.

Di tengah perjalanan, Suriwa dan ibunya beristirahat di sebuah gubuk kecil petani.

Tak lama berselang, muncullah seorang kakek di gubuk tersebut dan menanyakan maksud kehadiran Suriwa dan ibunya di situ pada malam hari.

Baca Juga: JATIM DIKEPUNG BENCANA? Ini Penglihatan Indigo Togar Otadan, Dan Tips Ampuh Selamat Dari Bencana

Setelah mendapat penjelasan dari Suriwa terkait kondisi ibunya, kakek itu pun memperkenalkan dirinya sebagai tabib yang mereka cari.

Kakek tabib langsung memeriksa Ibu Suri dan dia kaget saat memeriksa ibu Suriwa, ternyata panasnya tinggi sekali dan si tabib tak punya obat untuk menyembuhkannya.

Dengan berat hati, si kakek tabib menceritakan kondisi ibu Suriwa.

Kondisi ibunya sangat buruk, di mana hanya bunga anggrek merah yang bisa mengobati sakit ibu Suriwa dan bunga anggrek merah hanya tumbuh di puncak gunung Semeru.

Kemudia, karena kecintaannya kepada sang ibu, Suriwa pun pergi mendaki Semeru seorang diri.

Suriwa pergi dengan berbekal sebuah obor dan sebungkus nasi putih yang belum sempat dibuka karena keburu datang sang kakek tabib

Sedangkan, ibunya dititipkan pada kakek tabib, yang digendong oleh anak si kakek tabib untuk dirawat sementara di rumahnya.

Satu hari pun telah berlalu. Suriwa sudah mendekat ke puncak gunung.

Saat sedang bersandar pada sebuah pohon besar, Suriwa dikejutkan oleh gerombolan hewan dari atas gunung yang turun menuju lereng.

Macan kumbang, kijang, ular berbisa dan binatang-binatang lainnya berbondong-bondong turun ke gunung.

Uriwa pun bertanya-tanya dalam hati, ada apa dibalik semua ini.

Suriwa pun terus berjalan dan tanpa terasa sudah berada dipuncak gunung.

Suriwa mulai mencari Anggrek merah di hutan yang sangat sepi, namun dia belum menemukan apa yang dicari saat hari mulai gelap.

Kemudia, Suriwa pun mendengar jeritan merip dengan tangisan di tengah-tengah kesunyian hutan itu.

Suriwa pun coba mendekati asal suara tersebut.

Baca Juga: WAJIB TAHU MISTERI JAWA KUNO ! Perjanjian Syekh Subakir Dengan Sabdo Palon, Terbukti Nyata.

Alangkah terkejutnya dia saat mengetahui suara itu keluar dari mulut seekor naga raksasa yang ukuran tubuhnya lima kali lipat dari ukuran kerbau hutan, panjangnya sekitar 30 kaki dan tubuhnya berwarna biru tua.

Naga itu terlihat sangat menakutkan dengan matanya yang merah menyala dan cakar-cakar tajam di keempat pasang kakinya.

Suriwa pun menggingil ketakutan saat mata merah nag aitu menatapnya tajam. Dia pun berencana untuk berbalik turun.

Namun, naga itu mencegahnya. Naga meyakinkan Suriwa bahwa dia tak akan berbuat jahat kepadanya.

Kemudian, naga tersebut pun menceritakan mengapa dia bisa berada di Semeru.

Naga Biru itu Bernama Jonggring Saloko, di mana sebelumnya dia tinggal di Kahyangan bersama naga-naga lainnya dan naga itu adalah tunggangan para Dewa saat turun ke bumi.

Lalu, Naga Biru Jonggring Saloko merasa bosan tinggal di Kahyangan dan menjadi tunggangan para dewa.

Dia kemudian melarikan diri dari Kahyangan dan turun ke bumi. Para dewa pun mencarinya ke bumi dan jika tertangkap, Jonggring Saloko akan dihukum.

Naga Biru memutuskan pergi menuju kota Paris dan memakan api abadi yang berada di kota Paris.

Setelah memakan api abadi, Naga Biru memiliki nafas api yang sangat mematikan.

Dengan nafas api itu, Naga Biru melawan para Dewa yang mencoba menangkapnya.

Kemudian, Naga Biru bergabung bersama para iblis membuat kekacauan di muka bumi. Ia membakar hutan dan pemukiman dan juga memakan manusia.

Di suatu hari, Dewa Wisnu dan Dewa Syiwa sedang dalam perjalanan memindahkan gunung Semeru dari India ke pulau Jawa untuk memaku pulau yang terapung-apung di lautan dan bertemu dengan Naga Biru Jonggring Saloko bersama para iblis yang sedang membuat kekacauan.

Baca Juga: PERCAYAKAH? Ada Rapat Gaib Di Laut Selatan, Bertemunya Roro Kidul, Sunan Kalijaga, Dan Prabu Siliwangi

Dewa Wisnu dan Dewa Syiwa menghentikan kekacauan itu. Para iblis langsung lari tunggang-langgang ketika melihat Desa Wisnu dan Dewa Syiwa.

Para iblis sebenarnya sudah tahu bagaimana kehebatan kedua Dewa itu, hanya Naga Biru yang tidak lari. Dia merasa mampu mengalahkan kedua Dewa itu dengan nafas apinya.

Namun ternyata, Naga Biru salah menilai. Kedua Dewa itu mampu mengalahkan Naga Biru dengan sangat mudah.

Naga Biru kemudain dirantai menggunakan rantai emas milik Dewa Siwa dan dipaku di puncak gunung Semeru.

Agar Naga Biru tidak bisa kabur dengan cara membakar rantai emas, Dewa Wisnu mengambil api abadi dari perutnya dan menyimpan api itu diperut gunung Semeru.

Di atas gunung tersebut, Naga Biru merenungkan kesalahannya dan bertobat.

Meski demikian, api abadi yang ditanam di perut gunung Semeru sedikit demi sedikit membakar tanah dan batuan yang ada dalam perut gunung.

Semakin lama semakin banyak dan semakin panas hingga akhirnya akan segera meletus keluar.

Naga Biru kemudian meminta tolong agar bisa dilepaskan dari rantai yang membelenggunya.

Naga Biru ingin menyelamatkan penduduk desa dari letusan Semeru, namun syaratnya hanya anak yang sebatang kara yang mampu melepaskan rantai itu.

Suriwa lalu mencoba mencabut paku emas yang terkait pada ujung rantai pengikat naga Biru.

Baca Juga: WOW HEBAT! 6 Weton Ini Kebal Terhadap Hipnotis dan Gendam, Apakah Anda Termasuk?

Suriwa terus mencoba tapi tidak berhasil sampai akhirnya dia menyerah dan duduk termenung menanti keluarnya gumpalan larva panas yang akan mencabut nyawanya.

Tanah mulai bergetar dan terdengar suara gemuruh dari dalam tanah.

Saat Suriwa termenung berharap datangnya keajaiban yang bisa menyelamatkan ibunya dan seluruh warga desa, tiba-tiba ada dorongan kuat yang memaksa Suriwa untuk mencabut paku emas itu sekali lagi.

Suriwa berdiri lalu mencoba mencabut paku itu. Sekarang, Suriwa pun berhasil mencabut paku itu.

Suriwa pun naik di atas punggung naga dan Naga Biru terbang mengantarkan Suriwa ke rumah kakek tabib.

Dari atas langit, Suriwa melihat orang-orang berkerumun di rumah kakek tabib.

Orang-orang yang berkerumun langsung lari ketakutan ketika melihat Naga Biru turun mendekati rumah kakek tabib.

Suriwa turun dari punggung Naga Biru dan berjalan menuju pintu rumah kake tabib yang juga dipenuhi banyak orang.

Ketika di dalam rumah, kakek tabib yang melihat Suriwa langsung merangkulnya sembari berucap dan air mata mengalir di pipinya yang keriput.

Ternyata, ibu Suriwa telah meninggal dunia. Suriah pun tak mampu berkata-kata. Air mata kesedihan mengalir deras tak terbendung. Sekarang Suriwa mengerti mengapa dia bisa mencabut paku itu.

Saat mencabut paku, dia sudah menjadi anak tanpa orangtua.

Singkat cerita, saat Semeru mulai meletus, Naga Biru kemudian beraksi menyelamatkan warga desa.

Jonggring Saloko terbang ke puncak gunung, namun sebelum terbang Naga Biru menitipkan pil abadi ke Suriwa untuk dimasukkan ke mulut ibunya.

Pil itu berputar dalam perut ibu Suriwa hingga akhirnya pil itu hancur disertai keluarnya cahaya biru dari setiap lubang dan pori-pori di tubuh ibu Suriwa.

Selang beberapa detik, terdengar erangan kecil keluar dari mulut ibu Suriwa.

Air mata bahagia tak tertahan, Suriwa pun menangis bahagia melihat ibunya hidup kembali.

Jonggring Saloko yang sedari tadi berada jauh di atas puncak Semeru membuka mulutnya lebar-lebar dan tubuhnya pun membesar.

Saat ledakan keras disertai keluarnya isi perut Semeru, Jonggring Saloko melesat turun menyambut lahar panas yang dimuntahkan Semeru dengan mulutnya.

Jonggring Saloko yang tubuhnya telah tumbuh dan sangat panjang itu melesat masuk ke dalam gunung Semeru.

Sambil tetap membuka mulutnya lebar-lebar, naga itu masukkan isi perut gunung ke dalam perutnya. Isi perut Semeru masuk kembali ke dalam gunung bersama tubuh Naga Biru.

Berkat Jonggring Saloko, para penduduk desa pun aman, rimba tidak hangus dan para binatang bisa kembali menempatinya.

Baca Juga: WOW! Suku Wanita Ini Hidup Tanpa Pria Namun Tetap Bisa Hamil, Ternyata Ini yang Mereka Lakukan

Ledakan itu tidak membuahkan apa-apa kecuali sebuah kawah dan kematian Naga Biru.

Untuk mengenang jasa Sang Naga, kawah itu dinamai dengan namanya, yaitu Jonggring Saloko.

Nah, itulah legenda tentang Naga Biru Jonggring Saloko yang menyelamatkan desa saat Semeru erupsi.*

Editor: Jaka Prasojo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah