41 Km Dari Buleleng, Kampung Unik di Bali Ini 2 Persen Warganya Bisu Tuli, Apa Sebabnya?

28 Juni 2023, 12:50 WIB
Keunikan Desa Bengkala di Bali dengan Julukan Desa Sunyi. /Tangkap layar YouTube/Kabarpedia

PORTAL SULUT - Bali dikenal sebagai destinasi wisata yang menawarkan panorama alam, budaya, tradisi, dan spiritual.

Kaya akan keindahan alam dan keberagaman budaya dan tradisi telah berhasil membuat para wisatawan betah untuk mengunjungi Bali berulang kali.

Namun dibalik keindahan alam dan budaya yang ada, Bali juga memiliki kampung unik yang patut disorot, yakni Desa Bengkala.

Dikenal sebagai desa bisu tuli, Bengkala terletak di kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali Utara.

Berjarak 41,2 kilometer dari Buleleng, Desa Bengkala memakan waktu kurang lebih 80 menit dengan berkendara.

Desa Bengkala memiliki sejarah yang panjang menurut catatan berupa 6 lempengan tembaga dari zaman pemerintahan Paduka Sri Maharaja Haji Sayap Angus Arkaja Cihna.

Pada masa itu, desa ini disebut dengan Bengkala atau kadang juga disebut dengan Bangkalan.

Baca Juga: Nasib Pemilik Kode P di PPPK Kemenag 2022, Berpeluang di PPPK Kemenag 2023?

Melansir kanal Youtube Catatan Media, prasasti tersebut bertanggal Saka 113 dan ditemukan pada tahun 1971.

Desa Bengkala memiliki keistimewaan karena memiliki komunitas yang cukup besar dari penduduk bisu tuli sekitar 2 persen dari jumlah penduduk.

Desa ini lahir dengan kondisi tuli dan bisu yang dalam bahasa Bali disebut sebagai kolok.

Hal ini mengakibatkan desa ini sering disebut juga sebagai desa kolok, karena banyaknya warga yang berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Warga lain di desa ini juga belajar bahasa isyarat agar dapat berkomunikasi dengan warga tuli.

Dalam rangka mendukung pendidikan dan komunikasi warga tuli, Desa Bengkala memiliki sekolah luar biasa.

Sekolah tersebut khusus mengajarkan bahasa isyarat yang digunakan oleh penduduk desa.

Bahasa yang digunakan disebut sebagai bahasa kolok, sebuah bahasa isyarat lokal yang berbeda dengan bahasa isyarat Indonesia atau bahasa isyarat internasional.

Meskipun demikian, pembelajaran bahasa kolok terbuka bagi siapa saja yang ingin mempelajarinya, tanpa ada batasan usia.

Selain bahasa isyarat, Desa Bengkala juga memiliki warisan budaya yang unik, salah satunya adalah tarian jager kolok yang semua penarinya adalah orang-orang tuli dan bisu.

Tarian ini menjadi simbol keberagaman dan keunikan desa ini.

Desa Bengkala sering menjadi objek penelitian oleh para ahli.

Meskipun ada penelitian yang dilakukan, masyarakat desa masih mempertahankan keyakinan bahwa kondisi bisu tuli yang ada di desa ini disebabkan oleh kutukan.

Menurut kepercayaan masyarakat, selama orang-orang tuli dan bisu masih tinggal di desa Bengkala, kutukan tersebut tidak akan pernah hilang.

Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena bisu tuli yang terjadi di desa ini disebabkan oleh adanya gen resesif yang menyebabkan sekitar 1 dari 50 bayi di komunitas ini lahir dengan kondisi bisu tuli.

Meskipun menghadapi tantangan dalam hal komunikasi dan pendidikan, fenomena ini menjadi suatu kelebihan bagi desa Bengkala.

Baca Juga: 8 Km Dari Cikelet, Warga Kampung Unik di Garut ini Dilarang Menjadi PNS, Alasannya...

Warga tuli dan bisu di desa ini mendapatkan perlakuan yang istimewa dan setara dengan warga lain yang memiliki fisik normal.

Mereka tidak pernah mengalami perlakuan diskriminatif dan dihargai dalam masyarakat warga.

Penyandang tuli dan bisu diberikan kebebasan untuk tidak ikut gotong royong dan tidak diwajibkan memberikan iuran untuk mendukung upacara keagamaan.

Meskipun demikian, mereka tetap aktif dan berusaha menempatkan diri mereka seperti warga normal pada umumnya.

Desa Bengkala adalah contoh nyata bagaimana sebuah komunitas mampu menghadapi dan membangun kehidupan yang harmonis, meskipun dihadapkan dengan berbagai tantangan.

Melalui pembelajaran bahasa isyarat dan perlakuan yang setara, desa ini mampu menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi warga tuli dan bisu.

Desa Bengkala menjadi bukti bahwa keberagaman adalah sebuah kekayaan dan keunikan yang dapat memperkaya sebuah masyarakat.

Bali sebagai tuan rumahnya harus memancarkan pesona keindahan dan keberagamannya.*

Editor: Harry Tri Atmojo

Tags

Terkini

Terpopuler