BMKG Ungkap Sejarah Gempa Sukabumi Cianjur, Korban Terbanyak Sejak 1844

22 November 2022, 07:43 WIB
Sejumlah tenaga medis merawat korban yang terluka saat gempa bumi berkekuatan magnitudo 5,6 di RSUD Sayang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin, 21 November 2022. /Antara/Raisan Al Faris /

PORTAL SULUT - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengonfirmasikan hingga Senin 21 November pukul 21.30 WIB, sebanyak 162 orang meninggal dunia akibat gempa dengan kekuatan 5,6 SR di Kabupaten Cianjur.

Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta kepada masyarakat terdampak masyarakat yang terdampak gempa magnitudo 5,6 di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat mewaspadai potensi bencana lanjutan seperti longsor hingga banjir bandang.

"Perlu diingatkan kepada masyarakat mengingat saat ini intensitas hujan meningkat, jadi perlu juga diwaspadai adanya kolateral hazard atau bahaya ikutan," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Senin.

Baca Juga: Polio Jadi KLB di Indonesia, 30 Provinsi Beresiko Tinggi, Ini Gejala Awal dan Penanganannya

Ia mengemukakan, pascagempa dapat membuat lereng-lereng menjadi rapuh, hujan dengan intensitas yang tinggi dikhawatirkan membuat material-material yang ada di lereng terlepas yang dapat memicu terjadinya longsor dan banjir bandang.

"Material yang ada di lereng yang terguncang gempa ini dapat tersapu oleh air hujan dan dapat memberikan dampak ikutan berupa longsor ataupun banjir bandang," paparnya.

Oleh karena itu, ia mengimbau agar masyarakat untuk tidak mendekati lereng maupun bantaran sungai.

Dalam kesempatan itu, Dwikorita Karnawati juga menyampaikan bahwa pihaknya belum dapat memastikan gempa di Cianjur itu berasal dari aktivitas atau pergerakan sesar Cimandiri atau sesar Padalarang.

"Jadi kami belum dapat memastikan sesar yang mana karena masih membutuhkan beberapa data yang harus kami cek langsung di lapangan dengan pengukuran," katanya

Sementara itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan wilayah Sukabumi, Cianjur, Lembang, Purwakarta, Bandung secara tektonik merupakan kawasan seismik aktif dan kompleks

"Disebut seismik aktif karena hasil monitor BMKG di daerah itu sering terjadi gempa dengan berbagai variasi dan kedalaman," ujarnya.

Terkait kompleksitas, lanjut dia, daerah itu merupakan daerah jalur gempa aktif seperti keberadaan sesar Cimandiri, Padalarang, Lembang, Cirata, dan masih banyak lagi sesar-sesar minor yang berada di wilayah tersebut sehingga menjadikan kawasan tersebut menjadi kawasan gempa secara permanen, demikian Daryono.

Baca Juga: Terasa Sampai Jakarta, Gempa Cianjur Telan 46 Jiwa, Ratusan Orang Tertimpa Bangunan

Daryono juga mengungkap sejarah terjadinya gempa di Sukabumi.

1. Gempa merusak tahun 1844

2. Gempa tahun 1879 yang mengakibatkan banyak rumah rusak di Sukabumi

3. Gempa 14 Juni 1900 banyak rumah rusak di Pelabuhan Ratu

4. Gempa merusak tahun 1910

5. Gempa 21 Januari 1912 banyak rumah rusak

6. Gempa 2 November 1969 (M 5,4) banyak rumah rusak

7. Pada 26 November 1979 banyak rumah rusak di Cibadak, Sukabumi

8. Pada 10 Februari 1982, gempa M 5,5 merusak rumah dan banyak warga yang luka-luka

9. Pada 12 Juli 2000 (M 5,4 dan M 5,1) sebanyak 1.500 rumah rusak berat di Cidahu, Cibadak hingga Kabandungan

10. Pada 12 Juni 2011, gempa M 4,9 merusak 136 rumah di Lebak dan Sukabumi

11. Pada 4 Juni 2012, gempa M 6,1 merusak 104 rumah di Sukabumi

12. Pada 8 September 2012, gempa M 5,1 merusak 560 rumah di Sukabumi

13. Pada 11 Maret 2020, gempa M 5,1 merusak 760 rumah di Sukabumi

14. Pada 21 November 2022, gempa M 5,6 sementara mengakibatkan 162 orang meninggal, ratusan luka-luka dan lebih dari 2.345 rumah rusak.***

Editor: Harry Tri Atmojo

Sumber: Twitter ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler