Bolehkah Mengadakan Hajatan di Bulan Suro? Ini Kata Kitab Primbon Jawa dan Akademisi

- 30 Juni 2024, 08:22 WIB
Kirab Pusaka Peringatan Malam 1 Suro di Puro Mangkunegaran. (FOTO: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta)
Kirab Pusaka Peringatan Malam 1 Suro di Puro Mangkunegaran. (FOTO: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta) /

Disebutkan oleh Sunu, pada umumnya masyarakat Jawa menghindari bulan Suro untuk menyelenggarakan pesta pernikahan sebab bulan itu dipercaya sebagai bulan penuh keprihatinan jadi masyarakat Jawa cenderung menghindari berpesta.

Baca Juga: CPNS 2024 Segera Dibuka, Daftar Instansi dan Formasi Paling Banyak Pendaftar dan Paling Sedikit

“Bulan Suro itu bulan prihatin. Tidak tepat melakukan kegiatan pesta di bulan seperti itu karena diyakini akan berakibat tidak baik jika ketentuan itu dilanggar,” jelasnya.

Budayawan Ahmad Tohari lantas menjelaskan bahwa larangan ini terkait dengan tragedi Karbala. Peristiwa itu menewaskan cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Husein meninggal dalam perang melawan tentara Yazid bin Muawiyah dari Dinasti Ummayyah yang terjadi di dekat Sungai Efrat, 10 Muharram 61 Hijriah atau 10 Oktober 680 Masehi.

“Sisi baik di bulan Suro juga banyak. tetapi bagi orang Jawa menghindari hajatan di bulan Suro mungkin karena tahu kalau pada bulan Muharram ada peristiwa mengerikan yang menewaskan Husein di Padang Karbala,” katanya.

Sementara itu Pengamat Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof. Dr Bani Sudardi menambahkan pada umumnya orang Jawa salah dalam menganggap larangan menikah sepanjang bulan Suro.

Karena menurutnya berdasarkan perhitungan primbon selaki rabi, pada dasarnya setiap bulan diperbolehkan menikah. Namun memang ada beberapa tanggal dan hari yang dianggap pantangan.

“Pada umumnya orang Jawa salah kaprah menganggap bulan Suro sebagai bulan yang celaka. Mereka tidak menggunakan petungan tetapi menggunakan ilmu yang oleh orang Jawa disebut sebagai ilmu gudel bingung atau ilmu anak kerbau yang bingung, artinya orang yang tidak menggunakan perhitungan-perhitungan yang semestinya,” terangnya.

Selain itu, sebagian masyarakat Jawa masih mempercayai hitungan hari atau bulan baik dan tidak baik dalam melakukan berbagai kegiatan, terutama kegiatan penting seperti pernikahan.

Halaman:

Editor: Harry Tri Atmojo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah