Penyandang tuli dan bisu diberikan kebebasan untuk tidak ikut gotong royong dan tidak diwajibkan memberikan iuran untuk mendukung upacara keagamaan.
Meskipun demikian, mereka tetap aktif dan berusaha menempatkan diri mereka seperti warga normal pada umumnya.
Desa Bengkala adalah contoh nyata bagaimana sebuah komunitas mampu menghadapi dan membangun kehidupan yang harmonis, meskipun dihadapkan dengan berbagai tantangan.
Melalui pembelajaran bahasa isyarat dan perlakuan yang setara, desa ini mampu menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi warga tuli dan bisu.
Desa Bengkala menjadi bukti bahwa keberagaman adalah sebuah kekayaan dan keunikan yang dapat memperkaya sebuah masyarakat.
Bali sebagai tuan rumahnya harus memancarkan pesona keindahan dan keberagamannya.*