Daerah Rawan Tsunami Mulai dari Pantai Barat Sumatera, Selatan Jawa, Sulawesi Hingga Papua

28 September 2020, 19:44 WIB
Suasana dari balik puing sisa gempa dan tsunami Palu dan Donggala pada Tahun 2019 /ANTARA FOTO/Oscar Motuloh


PORTAL SULUT - Kabar akan adanya tsunami hingga 20 meter heboh beberapa hari terakhir ini.

Sebelumnya rilis riset Institut Teknologi Bandung (ITB), di sepanjang Pantai Selatan Jawa Barat dan Selatan Jawa Timur berpotensi tsunami akibat pecahnya segmen-segmen megathrust jalur sepi gempa (seismic gap) di Samudera Indonesia secara bersamaan.

Hasil riset menggunakan data gempa dari katalog BMKG dan katalog International Seismological Center (ISC) periode April 2009 sampai November 2018, menunjukkan adanya zona memanjang di antara pantai selatan Pulau Jawa dan Palung Jawa yang hanya memiliki sedikit aktivitas kegempaan.

Baca Juga: Gempa Dasyat di Selatan Jawa 400 Tahun Lalu Bisa Berulang

Riset juga memanfaatkan data GPS dari 37 stasiun yang dipasang di Jawa Tengah dan Jawa Timur selama enam tahun terakhir.

Hasil pengolahan data digunakan sebagai model simulasi numerik tinggi tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa jika terjadi gempa besar.

Dikutip dari RRI, potensi bencana tsunami di Indonesia tidak hanya di wilayah Pulau Jawa saja, namun terbentang dari Sumatera hingga Papua.

Baca Juga: Daerah di Indonesia Waspada Cuaca Ekstrem

"Saya rasa di Indonesia, sepanjang zona subduksi dari pantai barat Sumatra, selatan Jawa, selatan Bali, selatan Maluku, sampai ke utara Sulawesi dan sebagainya, serta Papua daerah utara adalah daerah rawan tsunami," ujar Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), Andri Dian Nugraha dalam webinar beberapa waktu lalu.

Andri menjelaskan, tsunami terjadi apabila zona subduksi di laut mengalami perubahan formasi, terlebih ketika gempa dengan magnitudo yang besar dan dangkal, kurang dari kedalaman 40 kilometer.

Melansir LIPI, zona subduksi merupakan suatu zona yang mempunyai tingkat kegempaan sangat tinggi yang disebabkan adanya suatu pergerakan konvergensi antara dua lempeng tektonik.

Secara seismologi, Andri berkata gempa yang menyebabkan tsunami bisa dianalisis. Dia menyebut hal dapat dilakukan dengan cara melihat magnitude, frekuensi, kedalaman, hingga mekanisme sumbernya.

"Saya kira bisa dilakukan analisis ketika terjadi gempa yang kuat di laut atau di daerah-daerah yang punya potensi perpindahan kolom air," ujarnya.

Baca Juga: Kenali Tanda-tanda Sebelum Tsunami

Ini Kata BMKG

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akhirnya berkomentar terkait riset ini.

"Informasi potensi gempa kuat selatan Jawa saat ini bergulir cepat menjadi berita yang sangat menarik. Masyarakat awam pun menduga seolah dalam waktu dekat di selatan Pulau Jawa akan terjadi gempa dahsyat, padahal tidak demikian," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami, Daryono seperti dikutip RRI, Jumat 25 September 2020.

Menurutnya, saat ini masyarakat justru membahas soal kemungkinan dampak buruk dari gempa kuat yang berujung pada tsunami besar tersebut. Seyogyanya, hasil riset ITB mendorong seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah lebih memerhatikan upaya mitigasi gempa bumi dan tsunami.

Baca Juga: Tsunami 20 Meter Kapan Akan Terjadi? Dan Apa Yang Harus Dilakukan

"Perlu upaya serius mendukung dan memperkuat penerapan infrastruktur bangunan anti gempa. Masyarakat juga diharapkan terus meningkatkan kemampuannya dalam memahami cara selamat saat terjadi gempa dan tsunami," ucapnya.

Daryono mengatakan, skenario model dalam riset ITB merupakan gambar terburuk dari potensi-potensi bencana alam.

"BMKG dalam hal ini mengapresiasi hasil tersebut. Skenario model yang dihasilkan merupakan gambaran terburuk (worst case), dan ini dapat dijadikan acuan kita dalam upaya mitigasi guna mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami," tutur Daryono.***

Editor: Harry Tri Atmojo

Tags

Terkini

Terpopuler