PORTAL SULUT - Kontes burung berkicau bisa memberi tekanan terhadap populasi burung liar, seperti kucica hutan atau murai batu, barbet kepala coklat, dan anis merah.
Selama ribuan tahun, manusia memelihara burung liar, bahkan menjadi budaya yang mendarah daging.
Salah satu tren yang muncul dari praktik ini adalah kontes burung berkicau.
Baca Juga: Minum Kopi 3 Cangkir Sehari Bisa Bikin Ginjal Sehat, Ini Cara Konsumsinya
Kontes burung berkicau tak hanya berlangsung di Indonesia. Menurut penelitian Cornell Lab of Ornithology praktik ini berlangsung di setidaknya 22 negara.
Sedikitnya 35 spesies burung dilombakan. Demikian penelitian yang dipublikasikan di Global Ecology and Conservation tersebut.
“Seekor burung juara dapat memperoleh prestise bagi pemiliknya dan, dalam beberapa kasus, menghasilkan uang hadiah yang cukup besar,” jelas penulis utama Ben Mirin, mahasiswa PhD di Cornell Lab.
Baca Juga: Kafein Bisa Bikin Lebah Lebih Semangat ‘Bekerja’
Kini, lanjut dia, kontes ini mendorong perdagangan burung berkicau, terutama di Asia Tenggara.
“Lebih banyak spesies burung terancam oleh perdagangan daripada di wilayah lain mana pun di dunia,” kata Mirin.