Filsafat Cinta, Fahrudin Faiz: Untuk Menjadi Orang Baik Kita Harus Jadi Jahat Terlebih Dahulu

13 Oktober 2021, 11:28 WIB
Dr. Fahrudin Faiz /UIN.ac.id

PORTAL SULUT – Dalam ceramah filsafat Fahrudin Faiz, ada kesan kalau kita perlu menjadi jahat sebelum menjadi orang baik.

Hal baik dan buruk memang PR besar umat manusia. Dalam filsafat, perkara baik dan buruk dibahas dalam tema moralitas dan etika.

Tapi cinta seringkali membuyarkan batas antara hal baik dan jahat. Seseorang bisa jahat dengan heroik dan bisa baik seperti orang lugu gara-gara cinta.

Baca Juga: Miliki Khodam Harimau? Kenali 5 Kemampuannya Berikut, Salah Satu Bisa Tangkal Santet

Fahrudin Faiz mengutip pegiat filsafat Perancis: “Dalam cinta, satu tambah satu sama dengan satu.”

Artinya cinta akan melebur. Karena masing-masing orang yang mencintai mestinya menyatu.

Dalam ceramahnya, orang bisa saling mencintai kalau punya musuh bersama. Karena tanpa musuh bersama, maka dua sejoli akan saling memusuhi.

Karena itu cinta yang tampak agung luar biasa adalah cinta yang punya musuh bersama. Seperti Rome Juliet atau Layla Majnun.

Bahkan keinginan mencapai kebaikan untuk tak masuk akal. Di bumi ini di zaman ini, perkara baik dan buruk sebenarnya tak terceraikan.

Baca Juga: Menurut Primbon Jawa, 13 Hewan Ini Yang Bisa Menarik Rezeki, Ada yang Dipelihara Raja

“Jadi ternyata, dalam banyak kesempatan, untuk jadi orang baik kita harus jahat dulu,” kata Fahrudin Faiz sebagaimana dikutip Portalsulut.Pikiran-Rakyat.com dari Youtube Sinau filsafat.

Karena baik dan jahat itu seperti dua keping mata uang yang tak bisa dipisahkan.

Fahrudin Faiz mengutip surat tokoh filsafat Perancis kepada pacarnya. “Malam ini aku mencintaimu dengan cara yang belum engkau ketahui,” merupakan kalimat pembuka surat.

“Aku telah menundukkan cintaku kepadamu dan mengubah cintaku kepadamu sebagai unsur pembentuk diriku,” baca Fahrudin Faiz.

Ada satu kalimat menarik bagi penceramah filsafat tersebut, yakni ketika surat itu menyatakan kalau kita hanya bisa mencintai ketika perhatian kita diberikan kepada yang lain.

Kata-kata dalam filsafat memang penuh jebakan makna, seperti teka-teki, seperti menelusuri labirin pikiran.

Baca Juga: 5 Weton Diprediksi Bakal Sukses dan Kaya Raya, Menurut Primbon Jawa Hartanya Tak Habis 7 Turunan

“Di musim gugur, aku mencintaimu dengan jendela terbuka … Cintaku mengubah segala sesuatu di sekitarku dan segala sesuatu di sekitarku mengubah cintaku,” pungkas surat tersebut.

Zaman ini, kita memang lebih suka mendengarkan ego dalam diri daripada suara orang lain.

Kita cenderung menolak untuk mendengar orang dengan pendapat yang tak mendukung ego kita.

“Lebih baik kita mati sambil berdiri daripada hidup sambil berlutut,” baca Fahrudin Faiz.

Penceramah filsafat itu bilang, kalau manusia mesti hidup di atas kakinya sendiri daripada berlutut karena ditaklukkan hal lain.

Dalam hal inilah, menjadi jahat merupakan prasyarat sebelum seseorang menjadi baik. Dan dalam cinta, batas antara baik dan jahat itu bisa setipis lubang jarum.***

Editor: Harry Tri Atmojo

Tags

Terkini

Terpopuler