Bolehkah Mengadakan Hajatan di Bulan Suro? Ini Kata Kitab Primbon Jawa dan Akademisi

- 30 Juni 2024, 08:22 WIB
Kirab Pusaka Peringatan Malam 1 Suro di Puro Mangkunegaran. (FOTO: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta)
Kirab Pusaka Peringatan Malam 1 Suro di Puro Mangkunegaran. (FOTO: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta) /


PORTAL SULUT - Bagi sebagian masyarakat Jawa, bulan Suro merupakan bulan yang tak biasa atau dianggap keramat. Salah satu pantangan yang tak boleh adallah mengadakan hajatan pesta dan sebagainya.

Seperti diketahui, berdasarkan Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2024, 1 Suro jatuh pada Senin Legi, 8 Juli 2024. Ini berarti malam 1 Suro akan dimulai pada Minggu malam, yaitu pada 7 Juli 2024.

Malam 1 Suro menandai awal bulan pertama dalam kalender Jawa. Pada malam 1 Suro, masyarakat Jawa mengadakan berbagai kegiatan dan acara untuk merayakannya.

Baca Juga: TERBARU Daerah di Jawa Barat yang Sudah Cair Sertifikasi Guru Triwulan II 2024, 5 Kabupaten Cair Awal Juli

Lantas benarkan ada larangan tak boleh mengadakan hajatan di Bulan Suro? Berikut ini, Portal Sulut merangkum tentang jawaban boleh tidaknya mengadakan hajatan di Bulan Suro menurut Primbon Jawa.

Masyarakat Jawa memiliki pandangan bahwa hajatan di bulan Suro atau Muharram adalah sesuatu yang dilarang. Terutama menggelar pernikahan di bulan Suro yang tercatat dalam beberapa primbon Jawa.

Seperti Primbon Jawa Serbaguna karya R Gunasasmita yang menyebutkan agar tidak melaksanakan pernikahan dan hajat lainnya.

Karena bila tetap menggelar hajatan akan mengalami kesukaran hidup dan rumah tangganya akan sering mengalami pertengkaran. “Jangan dilanggar, karena kalau dilanggar akan mendapat kesukaran dan selalu bertengkar,” tulis Primbon Betaljemur Adammakna senadan.

Dua kitab Primbon Jawa tersebut tak menyebutkan secara detail terkait larangan menggelar hajatan di bulan Suro. Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro dianggap sebagai bulan yang keramat.

Sementara itu Dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) Dr Sunu Wasono mengatakan larangan menikah di bulan Suro dianggap sebagai mitos oleh sebagian masyarakat.

Disebutkan oleh Sunu, pada umumnya masyarakat Jawa menghindari bulan Suro untuk menyelenggarakan pesta pernikahan sebab bulan itu dipercaya sebagai bulan penuh keprihatinan jadi masyarakat Jawa cenderung menghindari berpesta.

Baca Juga: CPNS 2024 Segera Dibuka, Daftar Instansi dan Formasi Paling Banyak Pendaftar dan Paling Sedikit

“Bulan Suro itu bulan prihatin. Tidak tepat melakukan kegiatan pesta di bulan seperti itu karena diyakini akan berakibat tidak baik jika ketentuan itu dilanggar,” jelasnya.

Budayawan Ahmad Tohari lantas menjelaskan bahwa larangan ini terkait dengan tragedi Karbala. Peristiwa itu menewaskan cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Husein meninggal dalam perang melawan tentara Yazid bin Muawiyah dari Dinasti Ummayyah yang terjadi di dekat Sungai Efrat, 10 Muharram 61 Hijriah atau 10 Oktober 680 Masehi.

“Sisi baik di bulan Suro juga banyak. tetapi bagi orang Jawa menghindari hajatan di bulan Suro mungkin karena tahu kalau pada bulan Muharram ada peristiwa mengerikan yang menewaskan Husein di Padang Karbala,” katanya.

Sementara itu Pengamat Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof. Dr Bani Sudardi menambahkan pada umumnya orang Jawa salah dalam menganggap larangan menikah sepanjang bulan Suro.

Karena menurutnya berdasarkan perhitungan primbon selaki rabi, pada dasarnya setiap bulan diperbolehkan menikah. Namun memang ada beberapa tanggal dan hari yang dianggap pantangan.

“Pada umumnya orang Jawa salah kaprah menganggap bulan Suro sebagai bulan yang celaka. Mereka tidak menggunakan petungan tetapi menggunakan ilmu yang oleh orang Jawa disebut sebagai ilmu gudel bingung atau ilmu anak kerbau yang bingung, artinya orang yang tidak menggunakan perhitungan-perhitungan yang semestinya,” terangnya.

Selain itu, sebagian masyarakat Jawa masih mempercayai hitungan hari atau bulan baik dan tidak baik dalam melakukan berbagai kegiatan, terutama kegiatan penting seperti pernikahan.

Adapun hitungan hari atau bulan baik dan tidak baik dapat dilihat pada primbon. Namun, dijelaskan oleh Bani tidak semua masyarakat Jawa memahami serta menganut kepercayaan akan primbon tersebut.

“Umumnya, orang Jawa tidak memilih bulan Suro untuk menyelenggarakan pesta pernikahan. Masyarakat Jawa mengenal hari baik (cocok) dan hari tidak baik (tidak cocok) dalam melaksanakan berbagai kegiatan,” ujarnya.

Itulah dia rangkuman dari Portal Sulut tentang apakah boleh tidaknya melaksanakan hajatan di Bulan Suro menurut Primbon Jawa.***

Editor: Harry Tri Atmojo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah