Semeru, Gempa Cianjur dan Cerita Perjanjian Syekh Subakir yang Buat SABDO PALON Tagih Janji di Akhir 2022

- 8 Desember 2022, 09:01 WIB
Ramalan akhir tahun 2022
Ramalan akhir tahun 2022 /

PORTAL SULUT - Di penghujung tahun genap 2022 ini Bumi Nusantara dihadapkan dengan musibah bencana yang beruntun.

Bumi diguncang gempa hebat di area Jawa Barat, hujan deras, banjir bandang menerjang dan gemuruh letusan Gunung Semeru yang terulang kembali persis di hari yang sama setahun yang lalu.

Kemudian prediksi BMKG akan adanya tsunami raksasa setinggi 34 meter di pesisir Jawa dan Sumatera.

Baca Juga: 9 Hewan Ini Bisa Deteksi Sebelum Gempa dan Tsunami Terjadi, Ternyata Mereka ada di Sekeliling Kita

Satu hal yang menarik bahwa diantara ragam serat Jangka Jayabaya salah satunya bercerita tentang Syekh Subakir dan peranannya membangun peradaban bangsa di Tanah Jawa.

Konon adalah sebuah perjanjian antara Sabdo Palon sebagai Pamong atau Danyang gaib Tanah Jawa dengan Syekh Subakir sebagai penyebar agama Islam generasi awal di Jawa ini.

Seperti dilansir Portal Sulut dari Pegawai Jalanan, Kamis 8 Desember 2022, dituliskan kisah tersebut dalam tulisan latar gunung yang diperkirakan ditulis oleh Kanjeng Sunan Drajat atau setidak-tidaknya oleh murid atau pengikut beliau.

Beliau berhasil menumbali pulau Jawa yang terkenal angker dan wingit. Dikatakan beliau juga berhasil bernegosiasi dengan Danyang Jawa sang pelindung gaib tanah Jawa untuk menyebarkan Islam di Jawa dengan Beberapa syarat.

Bagaimana dan Lantas apa sajakah syarat yang harus dipenuhi Syekh Subakir tersebut ?

Dan Benarkah Sabdo Palon telah menagih janjinya ditandai dengan bencana beruntun yang merundung tanah Jawa ini ?

Nama Syekh Subakir sudah tak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat Jawa. Beliau merupakan generasi pertama Wali Songo dan dikenal sebagai orang yang berhasil mengembali Pulau Jawa yang terkenal angker dan wingit.

Beliau juga berhasil bernegosiasi dengan Danyang Jawa sang pelindung gaib tanah Jawa untuk menyebarkan Islam di Jawa dengan Beberapa syarat.

Di dalam Kitab muzaral Diceritakan bahwa pada masa dahulu pulau Jawa terkenal sangat angker dan kondisinya tak karuan. Pengaruh magis di tanah Jawa masih begitu kuat di mana Banyak jin dan setan menghuni setiap sudut tanah Jawa, yang saat itu masih berbentuk hutan belantara.

Suatu hari Sultan Turki saat itu Yaitu Sultan Muhamad 1 mendapatkan petunjuk untuk melakukan penyebaran Islam di Pulau Jawa, maka diutuslah rombongan para alim ulama untuk mendatangi pulau Jawa guna syiar Islam.

Sayangnya, hampir seluruh rombongan tersebut tewas dikarenakan perbuatan para lelembut penduduk tanah Jawa yang tidak mau menerima ajaran Islam.

Mendengar kegagalan utusan yang dikirimnya membuat Sultan Muhammad 1 sedikit gusar, akhirnya ia pun memerintahkan seseorang yang terkenal Alim, ahli ruqyah, memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan dunia gaib serta memiliki keahlian dalam membabat tanah yang angker.

Dialah Syekh Subakir yang memiliki nama asli Syekh Tambuh Ali bin Syekh Bakhir, lelaki yang berasal dari tanah Persia atau yang sekarang lebih dikenal dengan negara Iran.

Setelah mendapat perintah Sultan, Syekh Subakir langsung berlayar ke pulau Jawa. Namun sebelum sampai ke pulau Jawa beliau terlebih dahulu mampir ke Praja keling, sebuah daerah yang diduga terletak di India untuk mengajak penduduk di Praja keling agar mau menempati Pulau Jawa.

Baca Juga: Waspada Gempa Besar Awal Tahun, Pakar Vedic Astrology Ramal Gempa Besar 23 Januari 2023, Ini Penjelasannya

Dikatakan, sekitar 20.000 penduduk praja keling turut serta dalam pelayaran Syekh Subakir Menuju Pulau Jawa.

Sesampainya di Pulau Jawa Syekh Subakir langsung menuju Gunung Tidar yang diyakini sebagai titik pusat dari tanah Jawa.

Di puncak Gunung Tidar Syekh Subakir memasang tumbal berupa batu hitam yang sudah di rajah. Batu tersebut dikenal dengan nama Aji Kolo Cokro yang mampu menetralisir daya magistik dari bangsa jin.

Selama tiga hari tiga malam batu tersebut mengeluarkan Hawa yang sangat panas sehingga membuat para lelembut terpaksa menyingkir ke Laut Selatan Jawa.

Kegegeran di dunia gaib pun mengusir ketenangan Ki Semar Badrayana sang Danyang tanah Jawa yang selama ribuan tahun khusyuk bertapa.

Selanjutnya terjadilah adu kekuatan antara Syekh Subakir dengan Ki Semar selama 40 hari 40 malam. Sebab sama-sama kuatnya akhirnya Ki Semar menawarkan sebuah perundingan kepada Syekh Subakir yang mana menghasilkan sebuah perjanjian yang terkenal dengan sebutan Perjanjian Sabdo Palon.

Syekh Subakir menyampaikan maksud kedatangan beliau ke tanah Jawa guna menyebarkan agama Islam, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai pamungkas agama samawi.

Kemudian Ki Semar pun memperbolehkan Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang ia lindungi.

Berikut dialog antara Sabdo Palon dengan Syekh Subakir yang terjadi di atas Gunung Tidar Magelang.
Inilah dialog versi imajiner yang dilansir Portal Sulut.

Syekh Subakir bertanya 'Siapakah kisanak ini? Tolong jelaskan !

Sabdo Palon kemudian menjawab "Aku ini Sabdo Palon Pamong atau penggembala tanah Jawa sejak zaman dahulu kala, bahkan sejak zaman kedewataan para dewa. Akulah Pamong para Ksatria leluhur, dulu aku dikenali sebagai Sang Hyang Ismoyo Jati lalu dikenal sebagai Kilurah Semar Bodronoyo dan sekarang zaman Majapahit ini namaku dikenal sebagai Sabdo Palon, "jelasnya.

Syekh Subakir lantas menyahut "Oh, berarti kisanak ini adalah Danyang atau penguasa tanah Jawa ini. "Perkenalkan kisanak, namaku adalah Syekh Subakir berasal dari tanah Syam Persia, "ujar Syekh Subakir.

Sabdo Palon kemudian bertanya lagi, "Ada hajat apa gerangan dengan Diko rawuh atau datang di tanah Jawa ini ?

Jawab Syekh Subakir "Saya diutus oleh Sultan Muhammad yang bertahta di negeri Istanbul untuk datang ke tanah Jawa ini. Saya tidaklah datang sendiri, kami datang dengan beberapa kawan yang sama-sama diutus oleh Baginda Sultan, "jawabnya lagi.

Lalu Sabdo Palon pun berkata "Ceritakanlah selengkapnya kisanak, supaya aku tahu duduk permasalahannya.

Syekh Subakir pun menjelaskan "Baiklah, pada suatu malam Baginda Sultan Muhammad bermimpi menerima Ilham, uwistik dari yang akaryo Jagat Gusti Allah Dzat yang Maha Suci lagi Maha Luhur. Diperintahkan untuk mengutus beberapa orang alim ke tanah Jawa ini, yang dimaksud orang alim ini adalah sebangsa Pendeta, Brahmana dan resi di tanah Hindu, yang pada bahasa kami disebut Ulama, "terang Syekh Subakir menjelaskan.

Berkata lagi Sabdo Palon "Jadi dengan Diko ini termasuk ulama itu ya ?

Ucap Syekh Subakir kembali, "Ya, saya salahsatu dari utusan yang dikirim Baginda Sultan. Adapun tujuan kami dikirim ke mari adalah untuk menyebarkan ajaran suci atau agama Suci yaitu Islam.

Lantas kata Sabdo Palon, "Bukankah kisanak tahu bahwa di tanah Jawa ini sudah ada agama yang berkembang yaitu Hindu dan Buddha yang berasal dari tanah Hindu. "Buat apalagi kisanak menambah dengan agama yang baru lagi ?

Tapi Syekh Subakir menjawab, "Biarkan Kawulah dasi atau rakyat yang memilih keyakinannya sendiri. Bukankah kisanak sendiri sebagai Danyang tanah Jawa lebih paham bahwa sebelum agama Hindu dan Buddha masuk ke Jawa ini di sini pun sudah ada kapitayan atau kepercayaan ?. kapitayan atau ajaran asli tanah Jawa yang berupa ajaran Budi ?

Baca Juga: BMKG dan BRIN Ungkap Gempa Megathrust Timbulkan Tsunami Besar Bisa Terjadi, Daerah Ini Wajib Waspada

Sabdo Palon pun langsung mengatakan, "Ya, rupanya kisanak sudah menyelidiki Kawulah jowo disini. Memang di sini sejak zaman sebelum ada agama Hindu dan Budha sudah ada kapitayan asli. Kapitayan adalah kepercayaan yang hidup dan berkembang pada anak cucu di nusantara ini.

Lalu lanjut Syekh Subakir, "Jika berkenan, tolong ceritakan bagaimana kapitayan yang ada di tanah Jawa ini.

Kemudian Sabdo Palon pun menguraikan Secara ringkas kepercayaan Jawa, "Begini, manusia Jawa sejak dari zaman para leluhur dahulu kala meyakini ada sang Maha Kuasa yang bersifat tidak bisa digambarkan bagaimana keadaannya. Dialah pencipta segala-galanya. Jagat besar dan jagat kecil alam semesta dan alam manusia.

Wong Jowo meyakini bahwa dia yang Maha Kuasa ini dekat juga dengan manusia. Dia juga diyakini berperilaku sangat welas Asih.
Dia juga diyakini meliputi segala sesuatu yang ada karena itu masyarakat Jawa sangat menghormati alam sekelilingnya, karena bagi mereka semuanya mempunyai Sukma.

Sukma ini adalah sebagai wakil dari Dia yang Maha Kuasa itu. Jika masyarakat Jawa melakukan pemujaan kepada Sang Pencipta mereka melambangkan dengan tempat yang Suwung.

Suwung itu kosong namun sejatinya bukan kosong namun berisi Sang Maha Ada. Karena itu tempat pemujaan orang Jawa disebut sanggar pamujan, yang di salah satu bagiannya dibuatlah sentong kosong atau tempat atau kamar kosong untuk arah pemujaan. Karena diyakini bahwa di mana ada tempat Suwung di situ ada yang Maha Berkuasa.

Namun Syekh Subakir pun menjawabnya dengan tenang, "Nah, itulah yang menjadi ajaran agama yang kami bawa untuk memberi ageman atau pegangan atau pakaian yang menegaskan itu semua.

Bahwa sejatinya dibalik semua yang mawujud ini ada Sang Wujud Tunggal yang menjadi pencipta pengatur dan pengayom alam manusia, bahwa atau bahkan lebih dekat dia daripada urat leher manusianya sendiri.

Ajaran kami, agama kami menekankan budi pekerti yang agung yaitu menebarkan Welas Asih kepada alam gumebyar kepada sesama, sesama titah atau makhluk.

Lihatlah sang Danyang betapa sudah rusaknya tatanan masyarakat Majapahit sekarang. Bekas-bekas perang saudara masih membara, rakyat kelaparan, perampokan dan penindasan ada di mana-mana. Ini harus diperbaharui budi pekertinya.

Sabdo Palon lantas berkata, "Aku juga sedih !, "Sebenarnya memikirkan rakyatku tatanan sudah Bubrah, para pejabat negara sudah lupa akan dharmanya. Mereka saling sikut untuk merebutkan jabatan dan kemewahan duniawi.

Para pandito juga sudah tak mampu berbuat banyak, orang kecil salah tunjang atau bersusah payah mencari pegangan. "Zaman benar-benar zaman edan.

Sambung Syekh Subakir lagi, "karena itulah mungkin sang Rajawata Agung menyuruh Sultan Muhammad Turki untuk mengutus kami ke sini. "Jadi wahai sang Danyang tanah Jawa, Ijinkanlah kami menebarkanmu warah suci ini diborongkan atau wilayah kekuasaan mu ini.

Jawab Sabdo Palon, "Baiklah jika begitu, tapi dengan syarat-syarat yang harus kalian patuhi.

Syekh Subakir kemudian bertanya, "Apa syaratnya itu wahai sang Danyang Tanah Jawa ?

Sabdo Palon pun menjelaskan, "Pertama, jangan ada pemaksaan agama, dharma atau kepercayaan

Kedua, jika hendak membuat bangunan tempat pemujaan atau ibadah, buatlah yang Wagon atau bangunan luar yang nampak Cakra atau gaya Hindu Jawa walau isi di dalamnya Islam.

Ketiga, jika mendirikan kerajaan Islam maka Ratu yang pertama harus dari anak campuran, maksudnya campuran adalah jika bapaknya Hindu maka ibunya Islam, begitu pula sebaliknya jika bapaknya Islam maka ibunya harus Hindu.

Keempat, jangan jadikan wong Jowo berubah menjadi orang Arab atau parsi. Biarkan mereka tetap menjadi orang Jawa dengan kebudayaan Jawa walau agamanya Islam. Karena agama Setahu saya adalah Dharma yaitu lelaku hidup atau budi pekerti.

Hati-hati jika sampai orang Jawa hilang Jawanya, hilang kepribadiannya, hilang Budi pekertinya yang adiluhung, "maka aku akan datang lagi ingat itu, "ujar Sabda Palon.

Kemudian Sabdo Palon berkata, "500 tahun lagi jika syarat-syarat ini kau abaikan aku akan muncul membuat goro-goro.

Syekh Subakir pun menjawab "Baiklah, syarat pertama sampai ke-empat aku setujui.

Namun khusus syarat ke-empat, betapapun aku dengan kawan-kawan akan tetap menghormati dan melestarikan budaya Jawa yang adiluhung ini.

Namun jika suatu saat kelak karena perkembangan zaman dan ada perubahan, tentu itu bukan dalam kuasaku lagi. "Biarlah gusti kang Akaryo Jagat yang menentukannya.

Dan demikianlah sedikit percakapan antara Sabdo Palon dengan Syekh Subakir.

Memang susah untuk mengetahui keadaan asal usul atau gambaran kondisi sebuah masyarakat nun jauh di masa lalu.

Semakin jauh, masa itu semakin gelap gambarannya. Namun upaya-upaya ahli sejarah dan lainnya untuk menguaknya patut dihargai.
Paling tidak ada sedikit gambaran yang mungkin bisa kita lihat meski tidak sepenuhnya benar 100%.

Bahwa kata Jawa Itu bisa diartikan gemati, perhatian menghargai, menyayangi, jadi siapapun mereka bisa melakukan itu semua di Pulau Jawa ini akan menjadi leluhur Jawa entah dia dari belahan dunia manapun***

Editor: Harry Tri Atmojo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x