Kaum Milenial Wajib Baca! Inilah Sejarah Singkatnya Raden Ajeng Kartini Hingga Wafat

- 21 April 2022, 09:09 WIB
Potret Raden Ajeng Kartini.
Potret Raden Ajeng Kartini. /Instagram/@jejak_aktifis/

PORTAL SULUT - Raden Ajeng Kartini adalah seorang pahlawan Nasional Bangsa Indonesia yang berjuang dalam hal kesetaraan wanita dan pria di Indonesia.

Sekarang ini masih banyak pertanyaan kapan hari lahir Raden Ajeng Kartini terutama oleh kalangan milenial.

Kapan hari lahir Raden Ajeng Kartini? Ternyata begini sejarah singkat wanita kelahiran Rembang yang berjuang demi emansipasi wanita Indonesia.

Baca Juga: Hal Pertama yang Anda Lihat akan Mengungkapkan Tentang Kecerdasan Anda

Diketahui hari lahir Raden Ajeng Kartini adalah 21 April 1879 dan setiap tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini oleh masyarakat Indonesia.

Setiap memperingati hari Kartini biasanya anak-anak sekolah dan pegawai pemerintahan akan memakai pakaian adat.

Ini dilakukan untuk menghormati jasa Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan hak asasi perempuan Indonesia.

Nah agar kaum milenial tidak ketinggalan apalagi tidak tahu tentang perjuangan RA Kartini, di artikel ini akan disajikan informasi sejarah singkat hidup seorang Raden Ajeng Kartini yang dikutip dari berbagai sumber.

Baca Juga: Syekh Ali Jaber: Hajat Terkabul, Rezeki Berlimpah Jika Berdoa di Waktu Ini Pada Bulan Ramadhan

Kartini yang memiliki nama panjang Raden Adjeng Kartini ini adalah anak perempuan dari seorang patih yang kemudian diangkat menjadi bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat.

Ibu dari Kartini memiliki nama M.A. Ngasirah, istri pertama dari Sosroningrat yang bekerja sebagai guru agama di salah satu sekolah di Telukawur, Jepara.

Silsilah keluarga Kartini dari ayahnya, bisa dilacak terus hingga Sultan Hamengkubuwono IV, dan garis keturunan Sosroningrat sendiri bisa terus ditelusuri hingga pada masa Kerajaan Majapahit.

Ayah Kartini sendiri awalnya hanyalah seorang wedana,sekarang pembantu Bupati di Mayong.

Pada masa itu, pihak kolonial Belanda mewajibkan siapapun yang menjadi bupati harus memiliki bangsawan sebagai istrinya, dan karena M.A. Ngasirah bukanlah seorang bangsawan, ayahnya kemudian menikah lagi dengan Radeng Adjeng Moerjam, wanita yang merupakan keturunan langsung dari Raja Madura.

Baca Juga: Rahasia 4 Amalan Istimewa di Hari Jumat, Syekh Ali Jaber: Ada Satu Jam Paling Mustajab

Pernikahan tersebut juga langsung mengangkat kedudukan ayah Kartini menjadi bupati, menggantikan ayah dari R.A. Moerjam, yaitu Tjitrowikromo.

Sejarah perjuangan RA. Kartini semasa hidupnya berawal ketika ia yang berumur 12 tahun dilarang melanjutkan studinya setelah sebelumnya bersekolah di Europese Lagere School (ELS) dimana ia juga belajar bahasa Belanda.

Larangan untuk Kartini mengejar cita-cita bersekolahnya muncul dari orang yang paling dekat dengannya, yaitu ayahnya sendiri.

Ayahnya bersikeras Kartini harus tinggal di rumah karena usianya sudah mencapai 12 tahun, berarti ia sudah bisa dipingit.

Selama masa ia tinggal di rumah, Kartini kecil mulai menulis surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda, dimana ia kemudian mengenal Rosa Abendanon yang sering mendukung apapun yang direncanakan Kartini.

Dari Abendanon jugalah Kartini kecil mulai sering membaca buku-buku dan koran Eropa yang menyulut api baru di dalam hati Kartini, yaitu tentang bagaimana wanita-wanita Eropa mampu berpikir sangat maju.

Api tersebut menjadi semakin besar karena ia melihat perempuan-perempuan Indonesia ada pada strata sosial yang amat rendah.

Kartini juga mulai banyak membaca De Locomotief, surat kabar dari Semarang yang ada di bawah asuhan Pieter Brooshoof.

Baca Juga: Rizky Billar Dan Lesty Kejora Siap Kembalikan Uang Rp 1 M dari Petinggi DNA Pro

Kartini juga mendapatkan leestrommel, sebuah paketan majalah yang dikirimkan oleh toko buku kepada langganan mereka yang di dalamnya terdapat majalah-majalah tentang kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Kartini kecil sering juga mengirimkan beberapa tulisan yang kemudian ia kirimkan kepada salah satu majalah wanita Belanda yang ia baca, yaitu De Hollandsche Lelie.

Melalui surat-surat yang ia kirimkan, terlihat jelas bahwa Kartini selalu membaca segala hal dengan penuh perhatian sambil terkadang membuat catatan kecil, dan tak jarang juga dalam suratnya Kartini menyebut judul sebuah karangan atau hanya mengutip kalimat-kalimat yang pernah ia baca.

Baca Juga: Jangan Sia-siakan Waktu Berdoa Ini di Hari Jumat, Waktu Paling Mustajab Menurut Ustadz Khalid Basalamah

Sebelum Kartini menginjak umur 20 tahun, ia sudah membaca buku-buku seperti De Stille Kraacht milik Louis Coperus, Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta yang ditulis Multatuli, hasil buah pemikiran Van Eeden, roman-feminis yang dikarang oleh Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek, dan Die Waffen Nieder yang merupakan roman anti-perang tulisan Berta Von Suttner. Semua buku-buku yang ia baca berbahasa Belanda.

Pada tanggal 12 November 1903, Kartini dipaksa menikah dengan bupati Rembang oleh orangtuanya.

Baca Juga: Wajib Punya! 3 Tanaman Hias Yang Menghasilkan Oksigen di Malam Hari

Bupati yang bernama K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat ini sebelumnya sudah memiliki istri, namun ternyata suaminya sangat mengerti cita-cita Kartini dan memperbolehkan Kartini membangun sebuah sekolah wanita.

Selama pernikahannya, Kartini hanya memiliki satu anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat.

Kartini kemudian menghembuskan nafas terakhirnya 4 hari setelah melahirkan anak satu-satunya di usia 25 tahun.

Demikian sejarah singkat Raden Ajeng Kartini dan jawaban hari lahir Raden Ajeng Kartini yang sekarang diperingati sebagai Hari Kartini.***

Editor: Muhamad Zakir Mokoginta

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x