Munir sama sekali tidak mengenal Nurrahman meski mereka berada dalam satu jejaring teroris yang sama. Ia pelaku terakhir yang tertangkap dari jejaring teroris tersebut.
“Kami tidak kenal satu sama lain. Kami hanya kenal satu orang yang istilahnya mengkoordinir kami,” ungkap Munir kepada Ganjar Pranowo.
Munir berasal dari Bogor, lalu pindah ke Solo. Saat itu ia bertemu dengan otak aksi teroris tersebut. Bahkan menginap 3 hari di rumahnya.
Saat itu Munir merasa sudah punya background pemikiran yang sama. Usia mereka sama, hobi sama, dari situ mereka pun akrab. Mereka sama-sama pendukung ISIS.
Mereka berdua mencari-cari cara agar mendapatkan dana. Untuk membiayai keluarga teroris yang masih mendekam di penjara.
Dana tersebut dipakai untuk mencegah agar keluarga teroris tidak terganggu oleh thagut, yakni pemerintah. Murtad bagi Munir adalah mereka yang tidak sepaham dengan ISIS.
Munir memang sudah berjiwa pemberontak sejak kecil. Sudah badung. Dalam artian pernah konsumsi psikotropika saat SMP.
Baca Juga: Pimpinan Teroris Poso Ali Kalora Tewas Tertembak, Ini Sepak Terjangnya
Seusai lulus SMA, Munir pun bertemu dengan gerakan teroris saat belajar desain grafis di Bogor. “Pimpinan kampus itu, orang gerakan, Pak,” tuturnya.
Setelah masa kenakalan SMA, Munir pertama kali berkenalan dengan Islam yang coraknya “melawan”. Ia pertama ketemu dengan Hizbut Tahrir di sana.