7 Provinsi Penghasil Janda Muda Terbanyak di Indonesia, Nomor 1 Cukup Mengejutkan

28 Juni 2023, 19:52 WIB
Ilustrasi Janda/tangkapan Layar/YouTube.com @catatanmedia /

 

PORTAL SULUT - Inilah 7 provinsi di Indonesia yang dianggap sebagai penghasil janda muda terbanyak.

Data dari Badan Pusat Statistik atau BPS menunjukkan bahwa terdapat 7 provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah janda muda terbanyak.

Lantas, 7 provinsi manakah yang memiliki jumlah janda muda terbanyak di Indonesia? Berikut diulas.

Hal ini menjadi keprihatinan mengingat meningkatnya angka pernikahan dini di berbagai daerah.

Pernikahan yang diikuti dengan perceraian terutama pada usia yang masih sangat muda dapat berdampak pada kesejahteraan sosial dan ekonomi di masyarakat.

Pernikahan adalah sebuah komitmen yang memerlukan kebebasan untuk menghadapi berbagai permasalahan.

Baca Juga: Ayo Jalan-Jalan ke Pantai Kamali Sulawesi Tenggara, Destinasi Tepat untuk Bersantai dan Wisata Kuliner

Namun banyaknya kasus perceraian di Indonesia membuktikan bahwa hal ini tidak mudah dilakukan.

Selain itu, faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT dan poligami menjadi penyebab utama terjadinya perceraian.

Inilah 7 provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah janda muda terbanyak dikutip dari kanal Youtube Catatan Media.

7. Sulawesi Selatan

Sulawesi Selatan memiliki sekitar 15.575 kasus perceraian.

Kota terbesar kasus perceraian di provinsi Sulawesi Selatan adalah Parepare dengan persentase 2,52% atau 3.898 penduduk yang berstatus cerai.

Setelah itu ada Kota Soppeng dengan 2,34 persen kasus perceraian, di susul kota Wajo dengan 2,02 persen kasus perceraian.

6. Banten

Banten menjadi provinsi di Indonesia yang memiliki 15.668 kasus perceraian.

Pandeglang menjadi kota dengan persentase tertinggi di Banten dengan total 1,6 persen, kemudian Lebak dengan persentase 1,42% dan Sarang 1,32 persen.

5. DKI Jakarta

Ada sekitar 16.17 kasus perceraian di DKI Jakarta pada 2021 lalu.

Kasus perceraian di DKI Jakarta didominasi oleh perselisihan dan pertengkaran yang mencapai 10 ribu kasus, dan ekonomi memegang 2.383 kasus faktor perceraian.

Baca Juga: Cuma Ada di Sulawesi Tenggara, Inilah Buah-Buahan Eksotis Khas Konawe Selatan, Ingin Mencoba?

4. Sumatera Utara

Terdapat 17.270 kasus perceraian di Sumatera Utara.

Kota Tebing Tinggi menjadi kota dengan kasus cerai terbanyak di Sumatera Utara dengan persentase 1,75 persen dari keseluruhan total 389 jiwa keseluruhan.

Selanjutnya, ada Kota Tanjung Balai dengan 1,44 persen.

Jumlah seluruh total penduduk Sumatera Utara pada 2021 adalah 15,24 juta jiwa.

3. Jawa Tengah

Provinsi Jawa Tengah memegang 75.500 kasus perceraian dari berbagai kota di dalamnya.

Angka tersebut dinyatakan meningkat, karena pada tahun 2020 lalu Jawa Tengah memiliki 72.997 kasus perceraian.

Cilacap menjadi kota terbanyak di Jawa Tengah.

2. Jawa Timur

Menurut Badan Pusat Statistik atau BPS terdapat 88.230 kasus perceraian di Jawa Timur.

Angka tersebut menjadikannya sebagai provinsi dengan jumlah janda muda terbanyak kedua di Indonesia.

Surabaya salah satu kota terbesar di Jawa Timur melaporkan 5.192 kasus perceraian pada November 2021.

Faktor ekonomi, KDRT, dan poligami menjadi beberapa faktor utama yang mempengaruhi terjadinya perceraian di Jawa Timur.

1. Jawa Barat

Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah janda muda terbanyak di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS, provinsi ini mencatat sekitar 98.000 kasus perceraian dengan persentase sebesar 21,9 persen secara nasional.

Indramayu adalah daerah Jawa Barat dengan jumlah perceraian tertinggi yaitu mencapai 8.026 kasus.

Baca Juga: Ayo Ke Sulawesi Tengah, Inilah Daftar Tempat Wisata Paling Direkomendasikan di Daerah Luwuk

Kota Bandung menempati posisi kedua dengan 7.088 kasus, diikuti oleh Cirebon dengan 7.112 kasus perceraian.

Berbagai faktor menjadi penyebab utama terjadinya perceraian di Indonesia, diantaranya adalah faktor ekonomi kekerasan dalam rumah tangga, dan poligami.

Kondisi ekonomi yang sulit dapat menimbulkan stress dan ketidak-harmonisan dalam hubungan suami istri.

Sementara KDRT dan poligami dapat menjadi bentuk kekerasan fisik atau emosional yang berdampak negatif pada hubungan pernikahan.

Meningkatnya angka pernikahan dini menjadi perhatian karena pernikahan yang terlalu cepat seringkali berujung pada masa rumah tangga yang sulit diatasi, bahkan bisa berujung pada perceraian.

Oleh karena itu, penting bagi pasangan yang akan menikah untuk memiliki kedewasaan dan kesiapan mental untuk menghadapi berbagai tantangan dalam pernikahan.

Dampak dari meningkatnya angka pernikahan dini dan perceraian sangat besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi di masyarakat.

Perceraian dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik pasangan yang bercerai, anak-anak yang terkena dampaknya serta pada ekonomi keluarga yang terpecah belah.

Oleh karena itu, upaya pencegahan terhadap pernikahan dini dan perceraian perlu dilakukan melalui pendidikan dan kampanye sosial yang tepat serta dukungan dari keluarga dan masyarakat sekitar.**

Editor: Harry Tri Atmojo

Tags

Terkini

Terpopuler