Peringatan KPK untuk Pejabat Publik usai Penetapan Tersangka Menteri Edhy Prabowo

26 November 2020, 11:52 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kedua dari kanan) ditunjukkan saat konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 26 November 2020 dini hari. /ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

PORTAL SULUT - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan status tersangka penerima suap terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terkait kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster. 

Terkait itu, KPK kembali memperingatkan agar jabatan dan kewenangan tmyang dipehang seorng pejabat publik tidak dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan bagi pribadi atau kelompok.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan pejabat publik saat dilantik telah bersumpah di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.

Baca Juga: KPK Tangkap Menteri Edhy Prabowo

"Karena itu, KPK selalu mengingatkan agar para pejabat publik selalu mengingat janji dan sumpah tersebut dengan mengemban tugas secara amanah serta tidak memanfaatkan jabatan dan kewenangannya untuk mengambil keuntungan bagi pribadi atau kelompok," ucap Nawawi saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari, 26 November 2020, seperti yang dilansir Antara.

Ia mengatakan seorang pejabat publik yang memiliki kewenangan sebagai amanah jabatan, mempunyai kesempatan untuk membuat kebijakan yang memihak pada kepentingan bangsa dan negara.

"Karenanya jangan simpangkan kewenangan dan tanggung jawab tersebut hanya demi memenuhi kepentingan pribadi dan golongannya," tuturnya.

Baca Juga: OTT Menteri KKP Edhy Prabowo: Berikut Sejumlah Barang Mewah Hasil Suap

Selain Edhy, para tersangka penerima suap adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).

Sedangkan sebagai pemberi Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).

KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Baca Juga: Tas, Baju, Koper, Jam Tangan Mewah Dibeli Rombongan Menteri KKP Edhy Prabowo Diduga dari Hasil Suap

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar.

Uang Rp3,4 miliar itu diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS.

Baca Juga: Sebelum Ditangkap, Menteri Edhy Mendapat Peringatan DPR Terkait Kebijakan Ekspor Benih Lobster

Belanja tersebut dilakukan pada 21 sampai dengan 23 November 2020.

Sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Baca Juga: Kabar Baik, Semua Guru Honorer Berpeluang Menjadi PPPK Tahun 2021, Simak Penjelasan Mendikbud

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.***

Editor: Ainur Rofik

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler