Masyarakat mengenal bahwa bulan Muharram atau Suro adalah bulannya Nyi Roro Kidul.
Pendapat lain menyebut bahwa Muharram atau Suro adalah bulan para raja Jawa terhadulu, tidak sopan jika melangsungkan hajat pernikahan di bulan itu.
Tapi dari semua itu, yang paling dikhawatirkan kebanyakan orang adalah jika menikah pada bulan itu suami istri bisa ketiban musibah.
Usia pernikahan tidak akan berlangsung lama seperti harapan keluarga.
Hal itu menjadi sebuah keyakinan turun temurun sehingga enggan menikah di bulan Muharram atau Suro.
Atas dasar pendapat itu kata Buya Yahya, pada bulan Syawal banyak yang melangsungkan pernikahan.
Namun, Buya Yahya mengungkapkan, keyakinan dan kebiasaan masyarakat di Indonesia melangsungkan pernikahan di bulan Syawal mengacu pada hadis sahih dari Sayyidatina Aisyah radhiyallahu'anha yang berkata :
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي
Artinya: "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menikahiku pada bulan Syawwal dan berkumpul denganku pada bulan Syawwal, maka siapa di antara istri-istri beliau yang lebih beruntung dariku?” (HR Muslim no. 2551, At-Tirmidzi no. 1013, An-Nasai no. 3184, Ahmad no. 23137)