Nasihat Mbah Moen ke Gus Baha Soal Peci dan Kemeja Putih yang Sering Dipakai, Ada Hubungan Sama Haji

6 Januari 2024, 11:56 WIB
Nasihat Mbah Moen ke Gus Baha Soal Peci dan Kemeja Putih yang Sering Dipakai, Ada Hubungan Sama Haji /

PORTAL SULUT - Gus Baha, atau KH Ahmad Bahauddin Nursalim, adalah seorang ulama yang dikenal dengan penampilannya yang sederhana di berbagai kesempatan.

Keunikan dari penampilan Gus Baha ini terletak pada pemilihan baju kemeja putih dan kopiah hitam, yang menjadi ciri khasnya.

Terdengar sederhana, namun nyatanya, di balik pilihan pakaian tersebut, terdapat nilai-nilai dan alasan yang dalam.

Baca Juga: Inilah Hukum Mengelap Air Wudhu Menurut Ustadz Adi Hidayat

Gus Baha menuturkan bahwa gaya berpakaian ini tidak dilakukannya tanpa alasan.

Ia membagikan kisah mengenai anjuran dari guru utamanya, Mbah Moen atau KH Maimoen Zubair.

Mbah Moen menyarankan agar para santrinya tidak menggunakan peci putih. Alasannya sangat sederhana namun bermakna besar.

Mbah Moen menjelaskan bahwa menggunakan peci putih yang harganya relatif murah sebesar Rp 5.000 dapat menyakiti hati orang-orang yang sudah berjuang untuk pergi haji.

Mereka yang berangkat haji dari desa-desa melakukan berbagai upaya dan pengorbanan besar, seperti menjual tanah, sawah, atau menabung bertahun-tahun untuk mewujudkan impian haji.

Peci putih merupakan simbol dari perjuangan tersebut.

"Jika kamu menggunakan peci putih seharga Rp 5.000, apakah kamu tidak merasa menyakiti hati mereka?" ujar Mbah Moen seperti yang diingatkan oleh Gus Baha.

Oleh karena itu, menggunakan peci putih bukanlah haram dalam konteks fiqh, namun dianggap tidak etis atau haram dalam konteks akhlaq, atau perilaku dan etika.

Gus Baha menyampaikan pesan ini untuk menunjukkan betapa pentingnya menghormati dan memahami nilai-nilai di balik simbol-simbol keagamaan.

Beliau ingin menghindari perilaku santri yang mungkin terkesan meremehkan atau melecehkan perjuangan orang-orang yang sudah berhaji.

Namun, Gus Baha menekankan bahwa aturan ini khusus berlaku di Pondok Pesantren Sarang, tempat beliau belajar, dan tidak berlaku sebagai aturan umum di seluruh pesantren.

Ia mengakui bahwa di pesantrennya sendiri, terkadang ada santri yang menggunakan peci putih, dan beliau tidak melarang mereka.

Baca Juga: Perbuatan Sepele Menjadi Penyebab Banyak Wanita Masuk Neraka, Menurut Gus Baha

Dalam konteks lain, Gus Baha juga menceritakan bahwa menjadi seorang ulama tidak selalu mudah.

Terdapat tekanan dan harapan tertentu dari masyarakat terkait tampilan dan pakaian seorang ulama.

Sebagai contoh, di beberapa daerah di Jawa Timur, seseorang yang telah menunaikan ibadah haji sering kali menggunakan jubah dan sorban.

Namun, di Jawa Tengah Pantura, orang yang berjubah dianggap sudah mampu membaca kitab dan memahami ilmu agama.

Gus Baha memberikan gambaran bahwa pilihan berpakaian seorang ulama tidak hanya dipandang dari sisi hukum, seperti sunah atau tidak sunah, tetapi juga dari perspektif sosial dan budaya masyarakat setempat.

Terkadang, berpakaian sederhana seperti menggunakan baju putih dan kopiah hitam dapat menjadi simbol kesederhanaan dan menghormati tradisi serta guru.

Dengan demikian, Gus Baha menjelaskan bahwa pemilihan baju kemeja putih dan kopiah hitam adalah sebagai bentuk penghormatan pada tradisi dan guru.

Baju putih yang dipilihnya menjadi pengingat bahwa, bagaimanapun, beliau tetap melaksanakan sunah.

Sedangkan penggunaan kopiah hitam merupakan bentuk penghargaan pada guru dan sudah menjadi kebiasaan sejak lama sebagai seorang santri.

Dalam kesederhanaan penampilannya, Gus Baha menyampaikan pesan-pesan yang mendalam tentang nilai-nilai, tradisi, dan etika yang perlu dihormati dalam berpakaian, khususnya sebagai seorang ulama.

Alasan-alasan tersebut menunjukkan bahwa di balik pemilihan pakaian sederhana terdapat makna yang mendalam dan sikap yang penuh dengan kebijaksanaan.***

Editor: Harry Tri Atmojo

Tags

Terkini

Terpopuler