Menyerahlah di Hadapan Cinta, Faiz: Cinta Bukan Berdagang

- 28 September 2021, 14:39 WIB
Ilustrasi cinta
Ilustrasi cinta /pixabay.com/ sonming4

PORTAL SULUT – Salah satu misteri terbesar dalam sejarah umat manusia adalah cinta.

Cinta, jodoh, pernikahan, dan sebagainya adalah hal yang bisa membuat kita begitu bahagia sekaligus paling mungkin membuat menderita.

Tapi bagaimana perspektif Fahrudin Faiz soal cinta dan hubungannya dengan ilmu filsafat serta sufisme?

Baca Juga: 10 Pelajaran Hidup untuk Kamu Berusia 20-an Tahun, Mark: Dunia Bukanlah Tempat Mengerikan Untuk Kamu

“Apabila cinta memanggilmu ikutilah ia, walau jalannya terjal dan berliku. Dan apabila sayapnya merangkulmu, pasrahlah serta menyerahlah walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu,” ucap Fahrudin Faiz mencuplik Kahlil Gibran sebagaimana dikutip Portalsulut.Pikiran-Rakyat.com dari video yang diunggah di kanal Youtube Sinau Filsafat pada 19 Juli 2021.

“Sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula dia menyalibmu. Demi pertumbuhanmu, begitu pula demi pemankasanmu,” lanjutnya.

Fahrudin Faiz mengatakan kalau cinta itu datang. Tidak bisa dicari pun tidak bisa dikejar.

Ia menolak istilah mencari serta mengejar cinta. Susah. Sebab cinta itu sifatnya datang.

Dalam sufisme, cinta itu ahwal bukan maqom. Tidak bisa dicari melainkan ia akan datang.

Di luar sufisme, cinta itu bersifat intuitif. Ia bersifat datang bukan dicari.

Sehingga kalau cinta sudah datang janga dilawan. Meskipun sakit. Tidak apa-apa.

Ini yang menyebabkan kita sering dirajam jatuh cinta. Entah cinta kepada sahabat dekat, cinta kepada seseorang yang berbeda status, dan lain sebagainya.

Cinta memang tidak semanis definisinya. Cinta rupanya sepahit apa yang dikatakan Kahlil Gibran.

Sebab ketika jatuh cinta, hidup kita seakan-akan hilang. Terlepas dari tubuh.

Baca Juga: 10 Pelajaran Hidup untuk Kamu Berusia 30-an Tahun, Mark: Penyesalan Terbesar adalah Tidak Mengambil Risiko

Sebab ketika kita mencintai seseorang, maka segala kebutuhan seseorang lain itu menjadi prioritas kita.

Segala hal bukan lagi tentang aku. Melainkan tentang dia. Aku seolah terlepas dari rotasi kehidupan.

Makanya Al-Ghazali menyarankan agar hubungan dengan Tuhan jangan hubungan bos sama buruh.

Cinta kepada Tuhan mesti menghambakan diri kepada yang dicintai. Bukan menuankan diri di hadapan yang lain.

Fahrudin Faiz juga menekankan untuk memahami perbedaan antara ekspresi cinta dan cinta. Ekspresi cinta itu punya berbagai macam aturan yang rumit.

“Laksana butir gandum kau diraihnya. Ditumbuknya kau sampai polos telanjang. Diketamnya kau agar bebas dari kulitmu … dan akhirnya diantarkan kepada api suci,” kutip Fahrudin Faiz sekali lagi.

Cinta bisa menaklukkan sesuatu dalam diri yang disebut ego. Hanya cinta yang bisa menaklukkan keakuan atau ego dalam diri.

Dalam artian, cinta menyucikan kita dari ego.

“Cinta Tidak memberikan apa-apa kecuali keseluruhan dirinya, utuh penuh. Pun dia tidak mengambil apa-apa, kecuali dari dirinya sendiri,” lanjut Faiz.

Baginya, cinta tidak memiliki ataupun dimiliki. Cinta bukan seperti berdagang, tak kenal untung rugi. Karena cinta telah cukup untuk cinta.***

Editor: Harry Tri Atmojo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah