KPI Ingatkan Rumah Produksi Agar tak Menstimulasi Pernikahan Usia Muda dalam Program Siaran

2 Juni 2021, 18:07 WIB
Nuning Rodiyah /KPI/


PORTAL SULUT – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan kepada semua rumah produksi untuk tidak menstimulasi pernikahan usia muda dalam program siaran.
Hal ini disampaikan Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah.

Dikatakannya, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI 2012 memiliki semangat untuk mengedepankan prinsip perlindungan terhadap anak dan remaja.

Karenanya KPI mengingatkan, agar semua rumah produksi yang menjadi penyedia konten siaran untuk lembaga penyiaran memahami betul aturan yang ada dalam P3 & SPS, khususnya terkait perlindungan terhadap anak. Pasal 15 ayat (1) SPS KPI 2012 menyebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak dan/ remaja.

Baca Juga: Sinetron Suara Hati Istri Tuai Kontroversi, KPI: Indosiar Akan Ganti Pemeran Zahra

Nuning Rodiyah menjelaskan, perlindungan terhadap anak dan remaja ini mencakup anak sebagai pengisi/ pembawa program siaran, anak sebagai pemeran dalam seni peran seperti film, sinetron atau drama lainnya, dan anak sebagai materi atau muatan dalam program siaran.

“Dalam P3SPS juga mengatur larangan untuk anak-anak menjadi pembawa acara atau pengisi program yang disiarkan secara langsung di atas pukul 21.30,” ujar Nuning dikutip dari situs resmi KPI, Rabu 2 Juni 2021.

Hal ini untuk menjaga agar hak-hak anak tidak terabaikan.

Selain itu, P3 & SPS juga mengatur bahwa anak sebagai narasumber program siaran harus sesuai dengan kapasitasnya sebagai anak dan harus didampingi orang tua apabila di luar kapasistasnya.

Yang juga penting dipahami oleh pengelola rumah produksi, jika menjadikan anak sebagai pemeran dalam seni peran, harus diberikan peran yang sesuai dengan umur mereka sebagai anak.

“Jangan sampai diberi peran-peran yang akan berpengaruh secara negatif bagi tumbuh kembang dan psikologis anak,” tegasnya.

Termasuk dengan tidak menampilkan materi yang menstimulasi pernikahan usia muda dalam program siaran. “Karena lembaga penyiaran justru arus mendukung upaya pemerintah menekan angka pernikahan di bawah usia dewasa yang masih tinggi di Indonesia,” paparnya.

Data penelitian dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemeneg PPPA) menyebutkan ada sekitar 36,62 persen anak perempuan menikah untuk pertama kali pada usia 15 tahun atau kurang. Kemudian yang menikah di usia 16 tahun ada 39.92% dan 23,46 persen menikah di usia 17 tahun. Dari data ini menunjukkan tingginya tingkat pernikahan usia dini untuk perempuan di Indonesia. Padahal, tambah Nuning, diantara dampak buruk pernikahan usia muda bagi perempuan khususnya, adakah kehilangan kesempatan pendidikan.

Baca Juga: Lea Ciarachel, Si Zahra di Sinetron Kontroversial, Berdarah Prancis yang Lahir di Bali

Nuning meminta, lembaga penyiaran dan rumah-rumah produksi dapat menyesuaikan konten siaran yang dibuat agar mendukung anak-anak Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik, sebagai upaya menghadirkan generasi muda bangsa yang unggul dan berkualitas.

Sebelumnya, aktor, sutradara, sekaligus penulis skenario, Ernest Prakasa mengkritisi terkait kinerja KPI.

Kritikan tersebut terkait kontroversi sinetron Suara Hati Istri: Zahra yang tayang di stasiun TV Indosiar.

Sinetron yang dibintangi oleh seorang remaja berusia 15 tahun tersebut, dianggap tidak mendidik.

Beberapa adegan dalam sinetron ini dinilai melanggar norma dan nilai kepantasan dalam lingkungan masyarakat Indonesia.

Salah satunya adegan ranjang oleh Zahra. Selain itu, tokoh si Tirta dalam sinetron ini dianggap seperti mengkampanyekan praktek pedofilia dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

“This is not okay, @Indosiar. Ditunggu ketegasannya @KPI_Pusat, jangan kebanyakan ngurusin hal-hal gak penting, ini masalah serius,” kata Ernest Prakasa, lewat akung twitternya.***

Editor: Harry Tri Atmojo

Tags

Terkini

Terpopuler