Islam dan Sains: Refleksi Obrolan Hangat Habib Husein Ja’far Al Hadar dan Gita Wirjawan

- 2 September 2021, 14:43 WIB
Habib Husein Ja’far
Habib Husein Ja’far /Tangkap layar/Twitter/@Habib_Jafar

PORTAL SULUT – Obrolan hangat Habib Husein Ja’far dan Gita Wirjawan bertemakan Saleh Akal dan Sosial, Bukan Hanya Ritual.

Kepada Gita Wirjawan, Habib Husein Ja’far Al Hadar memberikan pendapatnya.

Islam adalah agama yang Rahmatan lil’alamin. Istiliah Rahmatan lil’alamin memberikan dua kata kunci, yang pertama ‘rahmatan’ artinya rahmat bagi semua orang bukan hanya bagi lil muslimin atau orang Islam, tapi untuk semua umat manusia. Kemudian yang kedua ‘lil’alamin’ bagi semesta alam.

Baca Juga: Kemenag Beri Bantuan 10 Sampai 20 Juta untuk Masjid dan Mushola, Ini Cara Daftarnya

Rahmatan lil’alamin artinya bukan hanya kepada manusia tapi juga kepada binatang dan tumbuhan, sehingga kemudian bukan hanya rahmat bagi aspek agama itu sendiri, tapi juga rahmat kepada sains, teknologi, ekonomi, sosial, dan budaya.

Penjelasan tersebut memberikan bayangan bahwa Islam bukan hanya tentang ‘berdamai’ tapi terintegrasi dengan sains meskipun pada wilayah masing-masing sains itu sendiri.

Islam dan Sains memiliki metodologi yang berbeda, agama bersifat intuitif dan sains bersifat empiris. Tapi keduanya harus saling mengisi satu sama lain untuk membangun peradaban yang maju di kemudian hari.

Hal-hal yang sifatnya membenturkan Islam dan Sains sejatinya adalah sebuah tindakan yang keliru. Jika kita mengacu pada risetnya Ian Greame Barbour, ada 4 relasi agama dan sains yaitu, Tipologi Konflik, Tipologi Independent, Tipologi Dialog, dan Integrasi.

Konflik

Sebagai contoh teori bumi datar, sebagian orang Islam dan umat beragama lainnya meyakini bahwa bumi itu datar.

Hal itu merupakan kecelakaan-kecelekaan yang buruk bagi peradaban jika dipikirkan secara serius.

Lantas, apa jadinya bumi jika dikelola oleh orang-orang yan bukan ahli pada bidangnya?

Baca Juga: Begini Hukum Islam Ketika Istri Menolak Berhubungan Intim dengan Suami

Salah satu kecelakaannya misalnya, ketika terjadi bencana ekologis, orang beranggapan bahwa solusinya adalah teologis. Anggap saja ada banjir disuatu daera atau kota, orang akan beranggapan bencana tersebut terjadi karena banyak orang bermaksiat di sana. Namun masalah sebenarnya bukan itu, masalahnya adalah masalah ekologis seperti buang sampah sembarangan dan lain sebagainya.

Nah, salah mendeteksi masalah akan menyebabkan salah juga membuat solusinya. Dan hal ini akan menibulkan rentetan masalah berikutnya.

Independensi

Jika Islam dan Sains jalan sendiri-sendiri, ini juga bermasalah. Karena Agama dan Sains mempunyai ikatan untuk saling berhubungan.

Agama itu mengontrol sains agar selalu bermoral. Contoh ditemukan nuklir, biar tidak dijadikan bom untuk membinasakn orang, maka perlu agama.

Sebaliknya, agam butuh sains untuk menjamin agar agama bersih dari mitologi-mitologi. Tanpa sains, agama isinya hanya mitos-mitos yang berisi tentang keyakinan-keyakinan. Oleh sebab itu perlu diverifikasi lewat sains.

Dialog

Menariknya, Dialog membuat Islam dan Sains saling menginspirasi dan saling menasehati, kemudian bekerja pada bidangnya masing-masing untuk bersama membangun peradaban agar lebih maju.

Integritas

Di satu sisi Islam dan sains saling membutuhkan, disisi lain jika disatukan akan berbahaya juga. Karena Islam dan Sains mempunyai metodologi yang berbeda, Islam sifatnya intuitif dan Sains sifatnya empiris.

Dalam perbincangan Habib Husein Ja’far dengan Gita Wirjawan, terdapat kesimpulan bahwa Islam sangat menentang kebodohan. Bukan hanya hebat ritual tapi juga ceras akal dan toleran dalam bersosial.***

Editor: Harry Tri Atmojo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah