Heboh di Medsos! Ada Apa Dengan Tanggal 13 September 2023? Dipercaya sebagai Hari Paling Sial

26 Agustus 2023, 13:17 WIB
13 September 2023/stockgiant /


PORTAL SULUT - Tanggal 13 September 2023 banyak dibicarakan di medsos, terutama TikTok. Fenomena apa yang akan terjadi pada tanggal 13 September 2023.

Katanya, tanggal 13 September 2023 dianggap hari yang paling unik bagi sebagian masyarakat di Jawa, Sunda dan Madura.

Apa yang akan terjadi pada tanggal 13 Sepember 2023?

Baca Juga: Ada Cerita Mistis di Balik Rebo Wekasan, Ada Kisah Horor di Tahun 2010

Beredar mitos di sebagian masyarakat Jawa, Sunda dan Madura yang percaya Rebo Pungkasan atau Rebo Wekasan sebagai hari paling sial.

Menurut penanggalannya, Rabu Wekasan jatuh setiap hari Rabu terakhir di Bulan Safar.

Tahun 2023 ini, Rebo Wekasan jatuh pada Rabu, 13 September 2023 atau 28 Safar 1445 Hijriah.

Rebo Wekasan dipercaya sebagai sumber datangnya penyakit dan marabahaya.

Dikutip dari akun TikTok @gendis Putik Darmawan, Rabu Wekasan dianggap sebagai hari datangnya 320.000 sumber penyakit dan marabahaya 320.000 bencana.

Menurut kepercayaan dan tradisi lokal, terdapat beberapa pantangan saat Rebo Wekasan, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Larangan Menikah

Bulan Safar dianggap bulan dengan mitos buruk dan keapesan termasuk juga pada Rebo Wekasan. Berbagai macam larangan di bulan Safar dan Rebo Wekasan termasuk juga larangan mengadakan pernikahan.

Menikah pada hari Rebo Wekasan dianggap membawa sial dan dapat membuat rumah tangga tidak harmonis.

2. Larangan Berhubungan Intim

Rebo Wekasan dipercaya membawa energi mistik atau spiritual yang kuat dapat mempengaruhi perhubungan intim dan membawa dampak buruk pada pasangan yang melakukannya.

Baca Juga: Sejarah Rebo Wekasan 13 September 2023, Hari yang Dipercaya Paling Sial Sepanjang Tahun

3. Larangan Bepergian

Larangan bepergian yang dimaksud adalah bepergian jauh. Keluar rumah untuk bekerja dan sekolah tentu masih diperbolehkan.

Diyakini hari Rebo Wekasan terdapat energi atau kekuatan gaib yang membawa bencana atau masalah pada yang melakukan perjalanan jauh.

Lantas apa yang biasa dilakukan saat Rebo Wekasan?

Beberapa tradisi Rebo Wekasan yakni selamatan.

Tradisi selamatan atau perayaan syukuran saat Hari Rebo Wekasan cenderung beragam sesuai dengan budaya daerahnya.

Namun, tujuan utamanya adalah berdoa meminta dijauhkan dari malapetaka.

Biasanya dilakukan perjamuan bersama dengan makanan tradisional. Akan tetapi, ada yang melemparkan hasil panen ke laut atau ada orang lain yang membagikan hasil pertanian melimpah kepada masyarakat sekitar.

Sejarah Rebo Wekasan

Dikutip dari kemdikbud.go.id, ada 4 versi sejarah Rebo Wekasan.

Pertama, Rebo Wekasan sudah ada sejak tahun 1784 dan sampai sekarang upacara ini masih tetap dilestarikan.

Pada jaman itu hidup seorang kyai yang bemama mBah Faqih Usman. Tokoh kyai yang kemudian lebih dikenal dengan nama Kyai Wonokromo Pertama atau Kyai Welit dan diceritakan memiliki kelebihan ilmu yang sangat baik di bidang agama maupun bidang ketabiban atau penyembuhan penyakit.

Pada waktu itu masyarakat Wonokromo meyakini bahwa mBah Kyai mampu mengobati penyakit dan metode yang digunakan atau dipraktekkan mBah Kyai dalam pengobatan adalah dengan cara disuwuk, yakni dibacakan ayat-ayat AI-Qur�an pada segelas air yang kemudian diminumkan kepada pasiennya sehingga pasien tersebut dapat sembuh.

Berkat ketenaran mBah Kyai Faqih, maka lama kelamaan sampai terdengar oleh Sri Sultan HB I.

Untuk membuktikan berita tersebut kemudian mengutus empat orang prajuritnya supaya membawa mBah Kyai Faqih menghadap ke kraton dan memperagakan ilmunya itu.

Ternyata ilmu mBah Kyai itu mendapat sanjungan dari Sri Sultan HB I karena memang setelah masyarakat yang sakit itu diobati dan sembuh.

Baca Juga: 7 Amalan di Bulan Safar 2023 Beserta Keutamaannya, Diawali Doa dan Diakhiri Rebo Wekasan

Sepeninggal mBah Kyai, lalu masyarakat meyakini bahwa mandi di pertempuran Kali Opak dan Kali Gajahwong dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan mendatangkan berkah ketenteraman, sehingga setiap hari Rebo Wekasan masyarakat berbondong-bondong untuk mencari berkah.

Versi kedua tidak jauh berbeda, hanya saja Upacara Rebo Wekasan ini tidak terlepas dari Kraton Mataram dengan Sultan Agung yang dulu pernah berkraton di Pleret.

Upacara adat ini diselenggarakan sejak tahun 1600. Pada masa pemerintahan Mataram terjangkit wabah penyakit atau pagebluk.

Kemudian diadakan ritual untuk menolak bala wabah penyakit ini dan Rebo Pungkasan ini diadakan sebagai wujud doa.

Versi ketiga, Kyai Muhammad Faqih dari Desa Wonokromo yang juga disebut Kyai Welit, karena pekerjaannya adalah membuat welit atau atap dari rapak (daun tebu).

Mereka ini mendatangi Kyai Welit supaya membuatkan tolak bala yang berbentuk wifik atau rajah yang bertuliskan Arab.

Rajah ini kemudian dimasukkan ke dalam bak yang sudah diisi air lalu dipakai untuk mandi dengan harapan supaya yang bersangkutan selamat.

Versi keempat, Kyai Muhammad Faqih dari Desa Wonokromo. Kyai Faqih ini juga disebut Kyai Welit, karena pekerjaannya adalah membuat welit atau atap dari rumbia.

Mereka ini mendatangi Kyai Welit supaya membuatkan tolak bala yang berbentuk wifik atau rajah yang bertuliskan Arab. Rajah ini kemudian dimasukkan ke dalam bak yang sudah diisi air lalu dipakai untuk mandi dengan harapan supaya yang bersangkutan selamat.

Adat tersebut kemudian dinamai malam Rebo Pungkasan.

Sebelum proses adat ini dilakukan biasanya terdapat pasar malam di Lapangan Desa Wonokromo yang diadakan seminggu sebelum malam puncak Rabu Pungkasan.

Itu tadi sejarah munculnya Rebo Wekasan.***

Editor: Harry Tri Atmojo

Tags

Terkini

Terpopuler