Dianggap Tumpang Tindih, Justru Kehadiran UU TPKS Perkuat Penanganan Setiap Jenis Kasus Kekerasan Seksual

- 27 April 2022, 18:00 WIB
Pengesahan UU TPKS, Selasa 12 April 2022 lalu/DPR RI
Pengesahan UU TPKS, Selasa 12 April 2022 lalu/DPR RI /


PORTAL SULUT - Kehadiran UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dianggap tumpang tindih dengan beberapa undang-undang lainnya. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya tidak menampik adanya tumpang tindih dalam UU TPKS yang disahkan Ketua DPR RI Puan Maharani pekan lalu.

UU TPKS memang mengatur banyak jenis kekerasan seksual. Beberapa di antaranya sudah eksis di beberapa undang-undang (UU) seperti UU Pornografi, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU-PKDRT), UU Perkawinan, dan KUHP.

Menurut Willy, justru hal itu menjadi salah satu kekuatan UU TPKS dengan memberikan penegasan pada UU lain yang mengatur soal serupa. UU TPKS juga memiliki hukum acara pidana sendiri. Selain itu, melalui undang-undang ini pula para penegak hukum akhirnya memiliki payung hukum atau legal standing untuk menangani setiap jenis kasus kekerasan seksual.

Baca Juga: Di Pasar Jungke Karanganyar, Puan Ingin Pastikan Kebijakan Pemerintah Menstabilkan Harga Terasa di Lapangan

“TPKS itu memberikan penegasan. Selain penegasan, itu juga sebagai bentuk legal standing untuk aparat penegak hukum. Juga memiliki hukum acara pidana sendiri. Kekuatannya di dua hal itu,” ujar legislator Partai Nasdem itu.

Willy juga mengungkap UU TPKS juga bisa menjadi rujukan dari UU lain yang memuat aturan tentang tindak kekerasan seksual. Hal itu menjadikan UU TPKS tidak bertentangan meski bisa jadi tumpang tindih dengan UU lain, bahkan justru menguatkan.

“Jadi sejauh KS atau jenis kekerasan seksual yang ada di beberapa undang-undang yang sudah ada itu bisa menggunakan hukum acaranya merujuk kepada TPKS,” tambahnya.

Menurut Willy, UU TPKS mempunyai hukum acara pidana tersendiri yang membedakannya dengan produk legislasi lain.

“Jadi kekuatan dari UU TPKS ini adalah hukum acara pidana, di mana cukup dengan satu alat bukti itu bisa diproses,” tegasnya.

Baca Juga: Resmikan Proyek Sambungan Air Bersih di Wonogiri, Puan Maharani Dapat Dukungan Menjadi Presiden

Hal itu diatur dalam pasal 25 (1) yang berbunyi: keterangan Saksi dan/atau korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan 1 (satu) alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Halaman:

Editor: Harry Tri Atmojo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah