Imbas Kasus Santri yang Dihamili Gurunya, Jumlah Korban 12 di Antaranya Hamil dan Ada yang Sudah Melahirkan

- 11 Desember 2021, 19:49 WIB
Herry Wirawan ketua Yayasan Madani Boarding School yang melakukan aksi bejat kepada santriwati di bawah umur
Herry Wirawan ketua Yayasan Madani Boarding School yang melakukan aksi bejat kepada santriwati di bawah umur /@heru_rukunrasta

Dari keterangan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut menyebutkan, dari 12 korban perkosaan, telah lahir delapan bayi dari tujuh korban. Salah satu korban bahkan punya dua anak dari perbuatan asusila oknum guru tersebut.

Aksi keji selanjutnya adalah memaksa anak-anak yang lahir akibat tindakan bejatnya itu untuk meminta-minta dijalanan. Anak-anak tersebut diakuinya sebagai anak yatim piatu, dan dijadikan alat untuk meminta dana sumbangan kepada sejumlah pihak dijalanan.

Bukan hanya itu, dari penjelasan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Livia Istania DF Iskandar menjelaskan, bahwa korban pemerkosaan juga dipaksa untuk menjadi kuli bangunan saat proses pembangunan gedung sekolah di daerah Cibiru.

"Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," tegas Livia.

Lalu melalui Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana juga ikut mengatakan dugaan tersebut didapat setelah pihaknya melakukan penyelidikan dan pengumpulan data. "Kemudian juga terdakwa menggunakan dana, menyalahgunakan yang berasal dari bantuan pemerintah, untuk kemudian digunakan misalnya katakanlah menyewa apartemen," ucap Asep N Mulyana.

Ada dugaan kuat bahwa pelaku memanfaatkan posisinya sebagai guru pengajar dan menyalahgunakan Dana BOS untuk memuluskan tindakan tercelanya.

Bukan hanya itu, kasus inipun melebar dengan adanya hasil peneliatian dari P2TP2A Garut. Ketua P2TP2A Garut bernama Diah Kurniasari Gunawan menyampaikan, bahwa sekolah yang dikelola pelaku tidak mengeluarkan ijazah untuk anak didiknya setelah lulus.
ketiadaan ijazah ini membuat P2TP2A mengalami kesulitan untuk mendata para korban untuk melanjutkannya ke jenjang SMA.

"Ijazahnya ini benar apa enggak, ternyata ada yang sekolah di sana dari SD, ijazah SD enggak ada, ijazah SMP enggak ada, jadi itu harus ikut persamaan," kata Diah Kurniasari Gunawan.

Hasil penelusuran P2TP2A Garut, para santri yang menjadi korban perkosaan oknum guru itu ternyata diiming-imingi sekolah gratis. Diketahui sebagian besar korban berasal dari Garut, Jawa Barat. kebanyakan para korban masuk ke sekolah tersebut mulai dari tahun 2016,artinya semenjak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.

Baca Juga: Siap Kolaborasi dengan BP2MI, Pemkab Pohuwato Berencana Kirim Perawat ke Jepang dan Jerman

Halaman:

Editor: Harry Tri Atmojo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah