Jika tak Pulang, Habib Rizieq Diprediksi Bakal Ikuti Langkah Politik Ulama Turki

6 November 2020, 21:13 WIB
Habib Rizieq Shihab /Instagram/

 

PORTAL SULUT - Pengikut dan pendukung Habib Rizieq Shihab tengah menanti-nanti kepulangannya dari Arab Saudi yang dikabarkan akan tiba di Indonesia pada 10 November 2020 mendatang.

Namun, ada hal yang diprediksi terjadi jika Rizieq tak jadi kembali ke tanah air. Rizieq dinilai akan memainkan jurus politik jarak jauh tanpa beban mengikuti langkah politik ulama ternama asal Turki Fetullah Gulën.

"Jika tidak segera pulang, Rizieq tidak mustahil akan menjadi Fetullah Gulën: memainkan jurus politik dari kejauhan tanpa beban," kata Cendekiawan muslim Islah Bahrawi, seperti dikutip dari RRI, Jumat, 6 November 2020.

Baca Juga: Satu Juta Lowongan CPNS 2021 Bakal Dibuka, Ini Formasi yang Diprioritaskan

"Ia akan terus dihadirkan seperti "dewa" tak bisa dilihat dan diraba tapi kekuatannya selalu dijual secara "maya". Ia menjadi komoditas politik yang abstrak, tak berbatas dan ditransaksikan secara bebas akibat ketidakhadirannya," tambahnya.

Menurutnya, Rizieq memang pergi ke Arab Saudi untuk menghindar dari kasus pidana yang menjeratnya dan bukan karena diasingkan. Tetapi setidaknya kita bisa belajar dari sejarah banyak orang yang menjadi lebih populer setelah terasingkan.

"Popularitas adalah modal dasar penguatan politik, dan Rizieq sudah saatnya untuk pulang jauh sebelum perhelatan politik 2024 nanti. Meski ia bukan Gandhi, bukan Mandela, Khomeini, apalagi Soekarno, tapi ketidak-hadiran satu sosok pada magnitude politiknya, akan semakin membesarkan namanya," paparnya.

Baca Juga: Soal CPNS 2021: Masih Banyak Formasi Kosong

Baca Juga: FPI Sebut Ada Upaya Kriminalisasi saat Habib Rizieq Pulang, Ini Tanggapan Polri

Di sisi lain, ia melihat keplangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) ke tanah air pada 10 November 2020 akan meningkatkan popularitas kelompok politik kanan.

"Kedatangan Rizieq adalah redupnya akrobat politik Shobri Lubis, Haikal Hasan, Munarman, Bamukmin dan 212," ujarnya.

Rizieq, lanjut dia, akan melakukan "bargaining" politik FPI pada tingkat elite, bukan pada kelas politik menengah seperti yang dilakukan "para dayangnya" selama ini. "Sebelum 2024 semakin dekat, saatnya Rizieq pulang," ujarnya.

Baca Juga: Intip Gaji dan Fasilitas yang Didapat Jika jadi Presiden AS

Kedatangan Rizieq adalah sebuah euforia. "Ini pasti. Tapi Rizieq Shihab adalah manusia biasa, yang juga akan mengalami disorientasi pemujaan - dalam istilah psikologi: "vain cult" - dan penurunan popularitas akibat proses kognitif massa," ungkapnya.

Islah meyakini kepulangan Rizieq tidak akan bermakna apa-apa, meski tentunya akan menambah spektrum konstelasi politik di tanah air.

"Rizieq sebagai sosok andalan dari kelompok politik kanan, juga tidak akan berpengaruh secara signifikan," jelasnya.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Beri Wejangan ke Gibran Jelang Debat Perdana Nanti Malam

Secara elektoral sejak 2014, Islah meyakini angka prosentasenya tidak pernah berubah. "Massanya tetap yang itu-itu saja," jelasnya.

Dia menegaskan, kedatangan Rizieq, bukanlah kedatangan Khomeini yang muncul setelah api revolusi selesai. "Karpet merah digelar bagi Khomeini saat itu, karena sosok sang Imam harus muncul dari pengasingan politik demi menyatukan berbagai faksi yang ikut serta dalam revolusi Iran," imbuhnya.

"Inilah perbedaan tegas antara Rizieq dengan tokoh lain yang diasingkan sengaja oleh penguasa - bukan karena mengasingkan diri akibat ketakutannya terhadap proses hukum pidana," pungkasnya.

Editor: Ainur Rofik

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler