Nenek Miskin dan Ikan Gabus, Masih Ingat Cerita Ini?

10 Januari 2021, 22:04 WIB
Ikan Gabus /Instagram. Com/@gabuschanna/

PORTAL SULUT - Pada Zaman dahulu, ada seorang perempuan tua yang sangat miskin. Pakaiannya hanya yang melekat di badannya. Itupun sudah compang-camping.

Pekerjaan sehari-harinya mencari kayu dan daun-daunan di hutan untuk ditukarkan dengan makanan

Pada waktu musim kemarau, sungai-sungai banyak yang kering. Perempuan itu pergi ke hutan dan ketika ia sampai pada suatu tempat dilihatnya banyak sekali ikan gabus yang kekurangan air.

Baca Juga: 7 Kantong Jenasah Diduga Korban Tragedi Sriwijaya SJ 182

Perempuan itu sangat gembira. Ia berpikir, "Inilah rezekiku. Aku akan merasakan daging ikan gabus yang sedap. Nanti kugoreng sebagian. Selebihnya akan kujual."

Ia berjongkok sambil memperhatikan ikan-ikan gabus itu. Lama kelaman berubahlah niatnya.

"Kasihan sekali ikan-ikan ini. Mereka tidak dapat menyelamatkan diri," pikirnya.

Baca Juga: Foto Bayi Selamat dari Kecelakaan Sriwijaya Air? Berikut Faktanya

Perempuan itu tidak jadi mengambil ikan-ikan itu. Ia hanya diam saja sambil memandang ikan-ikan itu.

Tiba-tiba ia terkejut. Didengarnya ikan gabus besar itu berbicara seperti manusia. "Ya Tuhan, berilah hamba hujan!"

Tidak lama kemudian turunlah hujan lebat. Perempuan tua itu berteduh di bawah pohon. Air sungai makin banyak. Ikan-ikan gabus berenang-renang lagi dengan gembira.

Baca Juga: Nama Tak Masuk di dtks.kemensos.go.id Bisa dapat Bansos 300 Ribu, Dibayarkan Rapel di Februari

Maka pulanglah perempuan itu. Sepanjang jalan ia memikirkan tingkah laku ikan gabus tadi.

Kalau aku minta uang kepada Tuhan seperti ikan tadi minta hujan, mungkin diberi-Nya juga," pikirnya."

Sampai di rumah, perempuan itu terus meminta uang kepada Tuhan. Ia duduk sambil menengadah dan berseru. "Ya Tuhan, berilah hamba uang!"

Baca Juga: Hari Ini Harga Tiket Pesawat Anjlok. Jakarta - Surabaya Cuma Rp 250.000

Ia memohon terus menerus kepada Tuhan. Ia percaya Tuhan itu ada. Sampai jauh malam ia masih terus juga berdoa.

Salah seorang tetangganya, seorang kaya raya jengkel mendengar suara perempuan itu. Dengan marah ia berkata,"Hai tua bangka! Jangan mengganggu orang tidur! Tuhan tidak akan memberikan uang kepadamu. Pergi sajalah ke hutan, mencari kayu dan daun. Itulah rezekimu!"

Perempuan itu tak memperdulikan kemarahan orang kaya tadi. Ia terus saja memohon sambil menengadah.

Baca Juga: Serpihan Pesawat dan Pakaian Anak Kembali Ditemukan

Si orang kaya mengambil pecahan genting lalu memasukkannya ke dalam karung. Ia naik ke atas rumah perempuan itu lalu dijatuhkannya karung tersebut tepat mengenai tubuhnya. Katanya, "Inilah, hai tua bangka uang yang kau minta." Ia turun dan mengintip apa yang terjadi.

Nenek itu ternyata pingsan, tetapi tidak lama. Ia bangun kembali, lalu memeluk karung itu. Waktu dibukanya, dilihatnya uang dan emas perak yang banyak sekali. Ternyata pecahan kaca dan genting itu berubah menjadi uang emas dan perak.

Perempuan itu seketika menjadi kaya. Kekayaannya jauh lebih besar dari kekayaan tetangganya yang jahat.

Tetangga yang kaya itu iri hati. Ia menyuruh pelayannya agar tengah malam nanti menjatuhkan dua karung berisi pecahan kaca dan genting, tepat mengenai dirinya.

Baca Juga: Mengharukan, Arie Untung Ungkap Status Whatsaap Terakhir Pilot SJY 182 Kapten Afwan Menyentuh Hati

Tengah malam, orang kaya itu berteriak-teriak menirukan perempuan tua itu. "Ya Tuhan! Berilah hamba uang!" Pelayannya segera menjatuhkan dua karung tepat mengenai badab orang kaya yang serakah itu tepat mengenai badannya sehingga dia pingsan agak lama. Setelah sadar, ia memeluk kedua karung itu dengan tangannya yang terluka dan patah, lalu membukanya. Sungguh kaget, ternyata pecahan genting dan kaca itu tidak berubah menjadi uang emas dan perak. Sungguh ia sangat sedih sekali, melihat kenyataan seperti itu.

Kini harta bendanya habis dijual untuk makan dan berobat. Tetapi untunglah masih ada orang yang mau menolongnya, yaitu. "nenek miskin tadi".

(Sumber : Bacaan Jilid 4a; Bahasa Indonesia; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia; Tahun 1975).***

Editor: Harry Tri Atmojo

Tags

Terkini

Terpopuler