“Orang diperbolehkan menafsirkan Al-Qur'an dengan syarat mempunyai ilmu tafsir yang lengkap, dari gramatika Arab, nahwu shorof dan lain sebagainya, baru diperbolehkan menafsirkan Al-Qur’an,” ungkap Kiai Sholeh yang ditirukan KH Achmad Chalwani.
“Gak gampang Kartini,” tutur Kiai Sholeh yang diucapkan KH Achmad Chalwani.
KH Achmad Chalwani melanjutknya ceritanya.
Saya mengusulkansul sama Kiai untuk menafsirkan Al-Qur'an ke bahasa Jawa kata Kartini karena Saya berkeyakinan semua ilmu sudah kiai miliki.
“Kiai Sholeh mendudukkan kepala mencucurkan air mata, menangis, kok ada anak putri kecil yang kayak gini cerdasnya, usul bikin taksir Al-Qur’an,” tutur KH. Achmad Chalwani menirukan Kiai Sholeh.
KH Achmad Chalwani melanjutkan ceritanya. Akhirnya Kartini dipanggil oleh Kiai Sholeh.
"Kartini doakan saja mudah-mudahan saya bisa menafsirkan Al-Qur'an 30 juz pakai bahasa Jawa,” ucap Kiai Sholeh kepada Kartini.
Achmad Chalwani menyampaikan, dimulailah penafsiran Al-Quran ke dalam bahasa Jawa. "Baru selesai 13 juz dicetak pertama di Singapura dengan judul Faid al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik al-Dayyan karya Shaleh Darat Semarang usul Raden Ajeng Kartini,” ucapnya.
“Bahkan Litbang Kementerian Agama mengatakan tafsir Faid al-Rahman karya Kiai Sholeh usul Kartini adalah tafsir pertama kali di Asia Tenggara,” tegasnya.