Apakah Takdir Bisa Dirubah Atau Hanya Pasrah? Begini Penjelasan Quraish Shihab

23 November 2022, 22:54 WIB
Apakah Takdir Bisa Dirubah Atau Hanya Pasrah? Begini Penjelasan Quraish Shihab /Tangkapan Layar Facebook @Quraish Shihab

PORTAL SULUT – Dalam salah satu ceramahnya, Prof.  Quraish Shihab pernah menjelaskan tentang takdir.

Kata Prof.  Quraish Shihab, Apakah bisa seorang manusia merubah takdir atau hanya pasrah dengan menerima kenyataan yang ada?

Kalau bisa, bagaimana cara merubahnya? berikut penjelasan Quraish Shihab tentang hal tersebut.

Baca Juga: Inilah Penyebab Anak Susah Diajak Sholat Menurut Ustadz Abdul Somad

Prof. Dr. AG.H. Muhammad Quraish Shihab, L.c. M.A mengatakan uraian menyangkut takdir tidak dikenal pada masa nabi.

Hal ini kata Quraish Shihab, sebagaimana telah dibahas oleh para filsuf-filsuf atau ahli-ahli ilmu kalam.

Menurutnya, para sahabat nabi kala itu memahami takdir sebagai penyerahan diri kepada tuhan Allah SWT.

Selanjutnya Quraish Shihab mencontohkan salah satu yang diperagakan oleh sahabat nabi yakni Sayydina Umar bin Khatab R.A, ketika itu beliau masih menjadi khalifah.

Sayyidina Umar, lanjut Quraish Shihab, sangat marah ketika mendengar kata takdir.

Bahkan, Sayyidina Umar tidak akan sungkan mencambuk orang yang berbicara tentang takdir, karena perkara takdir bukanlah persoalan yang perlu dibahas.

Kata takdir sendiri mulai popular ketika wabah menyerang dataran jazirah Arab.

Hingga satu ketika, Sayyidina Umar yang hendak berangkat ke Syam (Damaskus) pun membatalkan perjalanannya akibat wabah tersebut.

Ketika itu, seorang sahabat nabi bernama Abu Ubaidah Ibn Jarrah, bertanya kepada Sayyidina Umar.

Ia berkata: Kamu lari dari takdir wahai Umar? Umar pun menjawab: Saya lari dari takdir menuju takdir yang lain.

Tetapi ketika Sayyidina Umar terbunuh karena ditikam, beliau berkata: Wa Kaana Qadarullahi Qodaran Maqduura.

Baca Juga: Ikhlaslah dengan Segala Ketetapan Allah, Ustadz Khalid Basalamah: Orang Beriman Santai Saja

Artinya: yang ditakdirkan Allah itu tidak bisa kita mengelak darinya.

Peristiwa tersebut, kata Quraish Shihab, merupakan gambaran bahwa nabi dan sahabat-sahabatnya tidak bicara tentang takdir, dalam arti tidak menjelaskannya, dan tidak mendiskusikannya.

Baik itu dalam cara pendiskusian ulama-ulama al-kalam, ataupun para teolog.

Berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bersumber dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA, Nabi bersabda;

“Tidak ada seorangpun diantara kamu kecuali telah diketahui oleh Allah SWT, dimana tempatnya, di surga atau neraka”

Ketika nabi menyampaikan hal tersebut, sahabatpun bertanya: “Kalau begitu kita andalkan saja apa keputusan tuhan, semua sudah ditentukan.”

Lalu nabi menjawab: Bisa jadi ada diantara kamu yang melakukan amal-amal yang dilakukan orang-orang baik. Tetapi pada akhir hidupnya dia melakukan amal buruk, sehingga dia masuk neraka dan begitupun sebaliknya.

Sahabat kembali berkata: Kalau begitu ya sudah kita tidak usah berusaha. Kemudian nabi bersabda kembali: Kamu harus berusaha. Semua akan dipermudah untuk melakukannya apa yang sesuai dengan pengetahuan Allah.

Nabi kembali berkata: Siapa yang mau memberi dan dia percaya kepada kalimat tauhid, maka Allah akan mempermudah jalannya. Adapun yang kikir, tidak mau percaya dia juga dipermudah jalannya menuju (kesusahan).

Baca Juga: Mubazir Pahala 2 Sedekah Ini Papar Gus Baha, Bukannya Pahala Tapi Dosa dan Dendam Kesumat Jadinya

Dalam Al-quran juga disebutkan tentang takdir, dan nabi sendiri menjelaskan bahwa salah satu dari rukun iman itu, harus percaya adanya takdir Allah SWT yang baik dan yang buruk.

Quraish Shihab kembali menuturkan, setelah zaman kekhalifaan berakhir dan masuk pada zaman pemerintahan Mu’awiyah, pemahaman tentang takdir menjadi berbeda dan mulai dicampur aduk dengan politik.

Sehingga itu lahirlah dua faham yang disebut dengan Faham Fatalisme (Jabbariyah) dan Faham Qadariyyah.

Dimana Faham Fatalisme (Jabbariyah) artinya semua ditentukan oleh Allah SWT, sementara Faham Qadariyyah, manusia bebas menentukan segala sesuatu.

Kedua pemahaman ini kemudian disebarluaskan dan menjadi kontroversi. Sebagian masyarakat merasa ada pertentangan dalam pemahaman tersebut. Mereka kemudian mencari kebenaran dalam ayat-ayat Al-quran untuk menjawab kegelisahan mereka.

Ditengah kegelisahan kala itu, lahirlah seorang tokoh bernama Abu Al-Hasan Al-Asy’ariy. Beliau adalah seorang penengah yang membawa ajaran akidah Asy’ariyyah. Meski demikian banyak juga ulama-ulama yang tidak setuju dengan akidah tersebut.

Namun upaya Abu Al-Hasan Al-Asy’ariy untuk mencari jalan tengah terus dilakukannya. Upaya ini disebut dengan istilah Kasb atau usaha.

Pada kesimpulannya, ada dua hal pandangan. Pertama apa yang dilakukan manusia tidak dalam kontrolnya, ada yang dalam control manusia. Seperti contoh orang yang sedang bersin, perbuatan itu adalah diluar kuasanya dan terjadi begitu saja, maka hal itu dibawah kuasa Allah SWT.

 Baca Juga: Wirid Anti Miskin dan Rezeki Datang Sendiri dari Mbah Moen

“Jadi berarti kata Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ariy, yang berkata bahwa Tuhan menciptakan amal, dan itu datangnya dari Tuhan (benar pada sebagian). Denyut jantung Anda apakah Anda kuasai? Tidak? itu Tuhan yang punya”

“Tetapi yang berkata bahwa manusia bebas melakukan segala sesuatu yang dikehendakinya, itu benar juga tapi tidak semuanya, “ tutur Quraish Shihab dilansir Portal Sulut dari kanal YouTubenya pada, Senin, 24 Juli 2022.***

Editor: Jaka Prasojo

Tags

Terkini

Terpopuler