PORTAL SULUT – Wudhu adalah hukumnya wajib bagi seseorang yang akan melaksanakan sholat.
Orang yang sholat tanpa melakukan wudhu terlebih dahulu maka sholat tersebut tidak sah.
Meskipun sudah wudhu, namun ada hal-hal yang bisa membatalkan wudhu.
Salah satunya bersentuhan dengan perempuan yang bukan mahram.
Lalu bagaimana dengan istri atau suami yang bersentuhan dengan pasangannya setelah wudhu?
Dalam ceramahnya, Ustadz Abdul Somad mengulas terkait hukum menyentuh istri setelah wudhu.
Seperti dilansir portalsulut.pikiran-rakyat.com dari YouTube Wasilah NET, diakses 30 Maret 2022.
Ustadz Abdul Somad menjelaskan, ada dua mahram yakni mahram nikah dan mahram nasab.
Menurut Ustadz Abdul Somad, laki-laki dan perempuan yang bersentuhan sementara bukan mahram, bisa membatalkan wudhu.
Mahram yang dimaksud disini bukan mahram nikah melainkan mahram nasab.
“Bisa batal, karena bersentuhan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Istri mahram karena nikah tapi bukan mahram karena nasab. Yang dimaksud mahram di sini adalah mahram nasab,” terang Ustadz Abdul Somad.
Apa perbedaan mahram nasab dan mahram nikah?
Ustadz Abdul Somad menjelaskan, mahram nikah bisa menimbulkan nafsu sedangkan
mahram nasab tidak ada syahwat atau tidak menimbulkan nafsu.
“Istri bisa menimbulkan nafsu. Sedangkan mahrom nasab tidak.
Jika ada yang orang mengatakan itu kan istrimu. Istrimu kan mahrommu, maka tak batal wudhu mu. Yang dimaksud di sini bukan mahrom nikah tapi mahrom nasab,” urai Ustadz Abdul Somad.
Ustadz Abdul Somad menyebutkan, mahrom yang tidak membatalkan wudhu seperti bersentuhan dengan anak kandung, orang tua dan mahram nasab lainnya.
“Yang tak batal itu dengan anak dengan orang tua dengan adik ibu kita atau dengan orang yang mahrom karena nasab tadi. Bukan mahrom karena nikah,” ujar Ustadz Abdul Somad.
Selain itu, Ustadz Abdul Somad memberikan uraian pandangan para ulama berdasarkan mazhab.
Pertama mazhab Hanafi. Menurut mazhab Hanafi, bersentuhan laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu berdasarkan ayat “au lamastumun-nisa” maknanya karena kamu menyentuh perempuan.
Makna menyentuh pada ayat adalah jima’ bukan menyentuh kulit.
“Maaf-maaf, makna menyentuh disitu jima' bukan menyentuh kulit. Karena bahasa Alquran itu tidak fulgar, maka dia katakan bukan jima' tapi dia katakan menyentuh. Jima' baru batal wudhu, jika hanya sekedar menyentuh itu tidak batal, menurut Hanafi,” urai Ustadz Abdul Somad.
Sehingga Ustadz Abdul Somad menuturkan, beberapa negara yang bermazhab Hanafi tidak mempersoalkan batal wudhu ketika bersentuhan dengan perempuan.
“Itu makannya orang India, Pakistan, Banglades, banyak menyentuh-menyentuh di Masjidil Haram, itu tidak batal karena mazhab Hanafi,” kata Ustadz Abdul Somad.
Kemudian mazhab Mailik berpendapat batal wudhu jika laki-laki dan perempuan yang bersentuhan ada syahwat.
“Menurut madzab maliki, bersentuhan laki-laki dan perempuan yang tak mahram batal kalau ada syahwat,” singkat Ustadz Abdul Somad.
Ketiga mazhab Syafi'i memiliki pandangan laki-laki dan perempuan yang bersentuhan, bernafsu atau tidak bernafsu itu batal wudhu.
“Mazhab Syafi’I berpendapat, bernafsu atau tidak, jika laki-laki dan perempuan bersentuhan, itu batal wudhu. Ini mazhab yang perlu kehati-hatian, jangan sampai wudhu kita batal. Dan saya cenderung memakai mazhab Syafi’i,” tutup Ustadz Abdul Somad.
Wallahu a'lam bish-shawabi
Demikian ceramah Ustadz Abdul Somad terkait hukum menyentuh istri setelah wudhu.***