Puing Roket China Long March 5B Jatuh di Samudra Hindia

- 9 Mei 2021, 12:34 WIB
 Ilustrasi roket/Unsplash/Bill Jelen
Ilustrasi roket/Unsplash/Bill Jelen /

PORTAL SULUT – Puing-puing roket terbesar China akhirnya mendarat di Samudra Hindia, Minggu 9 Mei 2021. Sebagian besar komponennya hancur saat masuk kembali ke atmosfer. Hal tersebut mengakhiri spekulasi berhari-hari tentang di mana puing-puing dari roket tersebut akan menghantam.

Koordinat yang diberikan oleh media pemerintah China, mengutip Kantor Teknik Luar Angkasa Berawak China, menunjukkan titik dampak di laut, sebelah barat kepulauan Maladewa.

Jatuhnya puing-puing dari Long March 5B telah membuat sebagain penduduk bumi waspada. Roket tersebut hancur setelah lepas landas dari pulau Hainan China pada 29 April. Kantor Teknik Luar Angkasa Berawak China mengatakan sebagian besar puing-puing itu terbakar di atmosfer.

Baca Juga: Hotman Paris Soroti Perceraian Bill Gates Lewat Instagram Pribadi, Sindir Siapa?

Diberitakan Reuters, media pemerintah melaporkan bagian dari roket itu kembali masuk ke atmosfer pada pukul 10:24 pagi waktu Beijing (0224 GMT) dan mendarat dengan koordinat bujur 72,47 derajat timur dan lintang 2,65 derajat utara.

Komando Luar Angkasa AS mengkonfirmasi masuknya kembali roket di atas Semenanjung Arab, tetapi tidak diketahui dampak dari puing-puing tersebut.

"Lokasi pasti dari dampak dan rentang puing, keduanya tidak diketahui saat ini, tidak akan dirilis oleh Komando Luar Angkasa AS," katanya dalam sebuah pernyataan di situsnya.

Long March adalah roket kedua dari varian 5B sejak penerbangan perdananya pada Mei 2020. Tahun lalu, potongan dari Long March 5B pertama jatuh di Pantai Gading, merusak beberapa bangunan. Tidak ada korban luka yang dilaporkan.

Baca Juga: Lukisan Beruang Karya Leonardo da Vinci Diperkirakan Bakal Terjual 238 Miliar

"Negara antariksa harus meminimalkan risiko terhadap orang dan properti di Bumi dari masuknya kembali objek luar angkasa dan memaksimalkan transparansi mengenai operasi tersebut," kata Administrator NASA Bill Nelson, mantan senator dan astronot yang dipilih untuk peran tersebut pada bulan Maret, dalam sebuah pernyataan.

"Jelas bahwa China gagal memenuhi standar yang bertanggung jawab terkait puing-puing luar angkasa mereka," katanya lagi.

Kecemasan Terhadap Potensi Zona Debris

Dengan sebagian besar permukaan bumi tertutup oleh air, membuat titik jatuh roket tersebut ke wilayah berpenduduk di darat menjadi rendah. Menurut para ahlir, melukai penduduk sangat rendah.

Baca Juga: Inilah Calon Menantu Mendiang Ustaz Arifin Ilham yang akan Dinikahi Muhammad Ameer Azzikra

Tetapi ketidakpastian atas kerusakan orbit roket dan jaminan dari pemerintah China, terkait posisi jatuh puing-puing roket tersebut sempat memicu kecemasan.

"Sangat penting bahwa China dan semua negara antariksa dan entitas komersial bertindak secara bertanggung jawab dan transparan di luar angkasa untuk memastikan keselamatan, stabilitas, keamanan, dan keberlanjutan jangka panjang aktivitas luar angkasa," kata Nelson.

Ahli astrofisika yang bermarkas di Harvard, Jonathan McDowell, mengatakan kepada Reuters, sisa roket tersebut potensial jatuh di bagian utara New York, Madrid atau Beijing, dan selatan Chili serta Wellington juga Selandia Baru.

Baca Juga: Pesawat Sukhoi SSJ 100 Tabrak Tebing Gunung Salak 45 Orang Tewas, Mengenang Peristiwa 9 Mei 2012

Sejak potongan besar dari stasiun luar angkasa NASA Skylab jatuh dari orbit pada Juli 1979 dan mendarat di Australia, sebagian besar negara telah berusaha untuk menghindari entri ulang yang tidak terkendali melalui desain pesawat ruang angkasa mereka, kata McDowell.

"Itu membuat perancang roket China terlihat malas karena mereka tidak membahas ini," kata McDowell.

The Global Times, sebuah tabloid China, yang dianggap sebagai "sensasi Barat" khawatir roket itu "di luar kendali" dan dapat menyebabkan kerusakan di bumi.

Baca Juga: Bentrokan Kedua Kembali Terjadi Antara Warga Palestina dan Polisi Israel

"Ini adalah praktik umum di seluruh dunia untuk roket tingkat atas terbakar saat memasuki kembali atmosfer," kata Wang Wenbin, juru bicara kementerian luar negeri China, pada jumpa pers reguler pada 7 Mei 2021.

"Sepengetahuan saya, tahap atas roket ini telah dinonaktifkan, yang berarti sebagian besar bagiannya akan terbakar saat masuk kembali, membuat kemungkinan kerusakan fasilitas dan aktivitas penerbangan atau darat sangat rendah," kata Wang pada saat itu. .

Roket tersebut, yang menempatkan modul Tianhe tak berawak ke orbit yang akan menjadi tempat tinggal bagi tiga awak di stasiun luar angkasa permanen China, akan diikuti oleh 10 misi lagi untuk menyelesaikan stasiun tersebut pada tahun 2022.***

Editor: Rensa Bambuena


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah