38 Balita di Kotamobagu Masuk Kategori Stunting

- 24 Agustus 2020, 19:12 WIB
Stunting
Stunting /

PORTAL SULUT - Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemerintah Kota (Pemkot) Kotamobagu Sulawesi Utara mencatat sebanyak 38 dari 7.365 balita di Kotamobagu.

Mereka masuk dalam aplikasi EPPGBM (elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis Masyarakat) atau 0,5% masuk dalam kategori stunting.

Dimana, penyebab utama balita di Kotamobagu alami stunting adalah ada penyakit penyerta atau bawaan, pola asuh dan rata-rata balita usia dua tahun keatas sudah jarang berkunjung ke Posyandu, sehingga tumbuh kembang anak tidak bisa diketahui.

Baca Juga: Buaya Pemangsa Manusia di Mamuju jadi Tontonan Warga

Kepala Seksi (Kasie) Kesehatan Keluarga dan Gizi, Dinkes Kotamobagu, Eriyani Potabuga mengatakan, sebagian besar balita yang masuk kategori stunting tersebut berada di Kecamatan Kotamobagu Utara.

“Kota Selatan 0 balita, Kota Timur 9 dan Kota Barat 2 balita,” kata Eriyani, Senin, 24 Agustus 2020.

Menurutnya, puluhan balita tersebut dikategorikan stunting karena tinggi badan dan berat badan dari balita tersebut tidak sesuai dengan usia balita tersebut.

Baca Juga: 12 Pelaku Sindikat Penembakan di Kelapa Gading Ditangkap Polda Metro Jaya

“Stunting Kotamobagu itu dalam arti tidak parah. Cuma ada beberapa anak yang tinggi tidak sesuai umur,” tutur Eriyani.

Ia menuturkan, pihaknya rutin turun ke tengah-tengah masyarakat lebih khusus ibu hamil untuk memberikan pemahaman terkait pola asuh kebutuhan anak. Mulai awal kehamilan hingga anak berusia dua tahun.

“Sosialisasi penanganan stunting lintas program dan lintas sektor. Ada juga program dari kementerian kesehatan 1000 HPK (Hari pertama kehidupan). Kita kunjungi orang tua yang anaknya masuk kategori stunting. Kita selalu sosialisasikan itu kepada orang tua. Pada saat hamil sampai anak usia dua tahun asupan gizi itu harus cukup. Intinya perilaku pola asuh orang tua terhadap anak,” ucapnya.

Bahkan tak hanya itu, sambung Eriyani, pihaknya juga memberikan makanan tambahan bagi balita stunting, gizi kurang dan gizi buruk seperti susu dan biscuit.

“Susu itu kita menyesuaikan dengan si balita. Mana yang cocok dengan si balita itu yang kita berikan,” kunci Eriyani.***

Editor: Harry Tri Atmojo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah