Rasulullah saw bersabda;
”Wabah tersebut pernah ditimpakan sebagai siksaan bagi umat-umat sebelum kalian, jika kalian mendengar berita tentang penyakit itu di suatu daerah janganlah kalian memasuki daerah itu. Dan jika penyakit itu mewabah di daerah dimana kalian berada janganlah kalian keluar darinya karena hendak melarikan diri darinya.” (HR Ahmad).
Nama Nabi Hizqil as memang tidak disebutkan didalam Al-Quran tetapi kisahnya diceritakan di dalam surah Al-Baqarah: 243.
Asbath menceritakan dari Al-Saidi dari Abu Malik dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas dari Murrah dari Ibnu Mas'ud dari beberapa sahabat mengenai firman Allah surah Al-Baqarah: 243.
Mereka mengatakan kampung halaman itu bernama Mawardan yang dijangkit penyakit ’tha'un’ (penyakit ganas, dimana pagi sakit sorenya wafat atau sore sakit paginya wafat). Akibatnya seluruh penduduk melarikan diri dan tinggal dipinggiran daerah tersebut. Sedang mereka yang menetap dikampung itu binasa tetapi ada juga dari mereka yang selamat.
Setelah penyakit tha'un lenyap, mereka pun kembali dalam keadaan selamat maka orang-orang yang tetap tinggal dikampung itu berkata, ”Para sahabat kami lebih beruntung dari kami, seandainya kami melakukan seperti yang mereka lakukan, niscaya kami akan tetap hidup. Jika penyakit tha'un mewabah yang kedua kalinya, kami akan ikut keluar bersama mereka.”
Pada tahun berikutnya penyakit tha'un itu melanda mereka kembali, maka mereka yang berjumlah ribuan lebih melarikan diri hingga tinggal di lembah Afih. Mereka diseru malaikat dari bawah lembah dan dari atas lembah, ”Matilah kalian semua.” Mereka pun dilewati seorang Nabi yg bernama Nabi Hizqil as. Ketika menyaksikan mereka, Nabi Hizqil as berhenti, lalu berpikir tentang mereka itu dan kemudian menggerakkan kedua bibir dan jari-jarinya.
Allah mewahyukan kepada Nabi Hizqil as, ”Apakah engkau mau Aku perlihatkan bagaimana Aku menghidupkan mereka?” Nabi menjawab ”Ya.” Lalu Allah memerintah Nabi Hizqil as, ”Serulah.” Maka Nabi pun berseru, ”Hai tulang-belulang, sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk bersatu.” Seketika itu juga tulang-belulang yang bertebaran, bergerak lalu saling memadu satu dengan lainnya, hingga akhirnya menjadi jasad yang masih dalam bentuk tulang.
Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Hizqil as untuk berseru,”Hai sekalian tulang-belulang, sesungguhnya Allah menyuruh kalian agar kalian mengenakan daging.” Maka tulang-belulang itu pun langsung berlapiskan daging, berdarah sekaligus berpakaian.