Fakta Dibalik Hari Lahir Pancasila: Inilah Sosok Pencipta Lambang Garuda!

- 30 Mei 2023, 10:12 WIB
Fakta Dibalik Hari Lahir Pancasila: Inilah Sosok Pencipta Lambang Garuda!
Fakta Dibalik Hari Lahir Pancasila: Inilah Sosok Pencipta Lambang Garuda! /Tangkap layar/Instagram @andirespati81

 

PORTAL SULUT - Momentum Hari Lahir Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni.

Banyak cara untuk kita memperingati Hari Lahir Pancasila, baik dengan upacara maupun kegiatan lain yang berhubungan dengan momentum ini.

Dibalik itu, ternyata ada fakta-fakta menarik yang mesti digali terkait dengan Hari Lahir Pancasila.

Terutama hal-hal yang berkaitan dengan lambang negara Garuda Pancasila.

Menilik tempo dulu, ketika zaman kerajaan Hindu Budha, simbol Garuda konon adalah makhluk mitologi yang diyakini sebagai tunggangan atau kendaraannya Dewa Wisnu.

Baca Juga: Ini Link Gratis Twibbon Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2023 yang Bikin Medosmu Tampil Kece dan Nasionalis

Hal itu banyak ditemukan terpahat di berbagai candi-candi kuno di Indonesia dalam bentuk relief maupun arca.

Kini simbol serupa dengan bentuk burung garuda menjadi lambang negara kesatuan Republik Indonesia.

Dalam catatan sejarah, Garuda Pancasila diresmikan menjadi lambang negara pada tanggal 11 Februari 1950, dengan bentuk awal bagian kepala tanpa jambul dan posisi cakar masih di belakang pita.

Secara resmi kemudian Presiden Soekarno memperkenalkan pertama kalinya pada khalayak umum bahwa Garuda Pancasila sebagai lambang negara pada tanggal 15 Februari 1950.

Namun dibalik itu, ada sosok yang jarang diketahui sejarah hidupnya dan bagaimana proses ia menciptakan lambang negara Garuda Pancasila.

Siapakah sosok itu?

Berikut selengkapnya sebagaimana diulik kanal Youtube Bujang Gotri.

Tokoh besar dibalik terciptanya lambang negara Garuda Pancasila adalah seorang keturunan Arab asal Pontianak, Kalimantan, yang bernama Syarif Abdul Hamid al-Qadri atau Sultan Hamid II.

Beliau lahir pada tanggal 12 Juli 1913 di Pontianak dari pasangan Syarif Muhammad al-Qadri dan Syecha Jamilah Syarwani.

Syarif Abdul Hamid menempuh pendidikan formal Sekolah Dasar di Pontianak, Sukabumi, Yogyakarta, dan Bandung.

Baca Juga: LOKER BANK MANDIRI 2023 untuk Lulusan SMA dan SMK! Berikut Posisi yang Masih Dibuka

Lalu ia mengenyam pendidikan sekolah menengah dan perguruan tinggi di Bandung, namun tidak tamat.

Kemudian beliau melanjutkan belajar di Akademi Militer di Belanda hingga tamat dan meraih pangkat Letnan di kesatuan tentara Hindia Belanda.

Pada masa pendudukan Jepang, Syarif Abdul Hamid al-Qadri sempat ditawan dan kemudian dibebaskan, setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada 10 Maret 1942.

Setelah itu, kemudian ia mendapatkan penghargaan dengan kenaikan pangkat menjadi Kolonel.

Pada saat itu, pangkat tersebut, bisa dikatakan sebagai pangkat tertinggi yang diberikan kepada putra asli Indonesia.

Sejak masa revolusi hingga masa kemerdekaan, kiprah Sultan Hamid II selalu mengisi peran dalam setiap pergerakan dengan melihat sepak terjangnya.

Pada tanggal 17 Desember 1949, Presiden Soekarno kemudian mengangkat Sultan Hamid II menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio.

Ia bergabung dalam kabinet Republik Indonesia Serikat yang dipimpin oleh Muhammad Hatta sebagai perdana menteri.

Selama menjabat sebagai Menteri Negara, Sultan Hamid II ditugaskan pula oleh Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar lambang negara.

Pada tanggal 10 Januari 1950, kemudian dibentuklah panitia teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio, Sultan Hamid II.

Adapun susunan panitia teknis yakni Muhammad Yamin sebagai ketua dan dianggotai oleh Ki Hajar Dewantara, MA Pellaupessy, Muhammad Natsir dan RM Ngabehi Purba Caraka dalam proses untuk melaksanakan keputusan sidang kabinet.

Dalam pembuatan lambang negara, Menteri Prijono kemudian melaksanakan sayembara lalu terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin.

Pada proses selanjutnya, yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II.

Sedangkan karya dari M Yamin ditolak karena menampakkan pengaruh Jepang dengan menyertakan simbol sinar matahari dalam rancangannya.

Baca Juga: Lulusan SMA Bisa Mendaftar, Info Lowongan Kerja di Bank Mandiri, BCA dan BNI

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara Sultan Hamid II, Soekarno, dan Muhammad Hatta terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu.

Terjadi kesepakatan mereka bertiga untuk mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada tanggal 8 Februari 1950.

Rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara Sultan Hamid II kemudian diajukan kepada Presiden Soekarno.

Ketika sudah ditangan Presiden, rancangan lambang itu mendapat masukan dari partai Masyumi.

Bagi partai tersebut, gambar garuda di dalamnya bersifat mitologis dan perlu direvisi.

Rancangan itu pun akhirnya disempurnakan sesuai dengan masukan dari berbagai pihak dengan kesepakatan bulat serta disposisi dari Bung Karno.

Terbentuklah Garuda Pancasila seperti yang ada sekarang sejak 20 Maret 1950.

Inilah karya kebanggaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa Sultan Hamid II.

Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan.

Atas masukan dari Presiden Soekarno, untuk terakhir kalinya Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara yaitu dengan mendapatkan skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara.

Adapun lukisan otentiknya diserahkan kepada Masagung Yayasan Idayu, Jakarta pada 18 Juli 1974.

Sedangkan lambang negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Istana Kadriah Kesultanan Pontianak.

Sultan hami II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman keluarga Kesultanan Pontianak di Batu Layang.

Nama beliau nyaris hilang dan tenggelam dalam jasa besar perjuangannya untuk Indonesia.

Berbagai sumber menyebutkan, hal itu terjadi karena beliau dikaitkan dengan rencana kudeta Westerling pada tahun 1950 yang dilakukan oleh kelompok eks tentara kerajaan Hindia Belanda pimpinan Kapten Westerling.

Namun pasca reformasi, sejumlah cendekiawan muda Kota Pontianak menggugat sejarah itu.

Mereka menyebutnya sebagai kebohongan sejarah.

Selain seorang Sultan, pejuang kemerdekaan, dan seorang menteri, menurut sumber lain, beliau adalah seorang ulama sekaligus Habaib keturunan dari Nabi Muhammad SAW.

Jasa besar Sultan Hamid II dalam berbagai pergerakan untuk Indonesia yang pada puncak karyanya adalah lambang negara Garuda Pancasila yang terlahir dari sebagian besar hasil rancangannya, patut kita kenang sebagai bukti penghargaan kita terhadap jasa besar beliau untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.*

Editor: Harry Tri Atmojo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x