Imbas Kasus Santri yang Dihamili Gurunya, Jumlah Korban 12 di Antaranya Hamil dan Ada yang Sudah Melahirkan

11 Desember 2021, 19:49 WIB
Herry Wirawan ketua Yayasan Madani Boarding School yang melakukan aksi bejat kepada santriwati di bawah umur /@heru_rukunrasta

PORTAL SULUT – Dunia pendidikan tercoreng akibat Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum guru kepada sejumlah santrinya.

Seorang guru di Kota Bandung, Jawa Barat sontak menghebohkan masyarakat.

Aksi bejatnya tersebut dilakukan pelaku kepada murid di tempat dia mengajar.

Baca Juga: Segera Download! 6 Aplikasi Radar Cuaca, BMKG: Membantu Kewaspadaan Masyarakat

Tak tanggung-tanggung sebanyak 12 murid perempuannya sudah menjadi korbannnya dalam rentang waktu cukup lama.

Kelakuan tercela guru tersebut dimulai sekitar tahun 2016 sampai 2021.

Keterangan dari Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Dodi Gazali mengatakan, dari belasan korban pemerkosaan, beberapa di antaranya hamil dan ada yang sudah melahirkan.

"Korbannya 12 anak, yang melahirkan 8, yang tengah hamil 2," kata Dodi

Pelaku sudah berhasil diringkus dan diamankan dan tinggal menunggu hari persidangan. Oknum Guru tersebut diketahui memperkosa 12 muridnya dalam rentang waktu lima tahun, yakni sekitar tahun 2016 sampai 2021.

Dari keterangan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut menyebutkan, dari 12 korban perkosaan, telah lahir delapan bayi dari tujuh korban. Salah satu korban bahkan punya dua anak dari perbuatan asusila oknum guru tersebut.

Aksi keji selanjutnya adalah memaksa anak-anak yang lahir akibat tindakan bejatnya itu untuk meminta-minta dijalanan. Anak-anak tersebut diakuinya sebagai anak yatim piatu, dan dijadikan alat untuk meminta dana sumbangan kepada sejumlah pihak dijalanan.

Bukan hanya itu, dari penjelasan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Livia Istania DF Iskandar menjelaskan, bahwa korban pemerkosaan juga dipaksa untuk menjadi kuli bangunan saat proses pembangunan gedung sekolah di daerah Cibiru.

"Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," tegas Livia.

Lalu melalui Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana juga ikut mengatakan dugaan tersebut didapat setelah pihaknya melakukan penyelidikan dan pengumpulan data. "Kemudian juga terdakwa menggunakan dana, menyalahgunakan yang berasal dari bantuan pemerintah, untuk kemudian digunakan misalnya katakanlah menyewa apartemen," ucap Asep N Mulyana.

Ada dugaan kuat bahwa pelaku memanfaatkan posisinya sebagai guru pengajar dan menyalahgunakan Dana BOS untuk memuluskan tindakan tercelanya.

Bukan hanya itu, kasus inipun melebar dengan adanya hasil peneliatian dari P2TP2A Garut. Ketua P2TP2A Garut bernama Diah Kurniasari Gunawan menyampaikan, bahwa sekolah yang dikelola pelaku tidak mengeluarkan ijazah untuk anak didiknya setelah lulus.
ketiadaan ijazah ini membuat P2TP2A mengalami kesulitan untuk mendata para korban untuk melanjutkannya ke jenjang SMA.

"Ijazahnya ini benar apa enggak, ternyata ada yang sekolah di sana dari SD, ijazah SD enggak ada, ijazah SMP enggak ada, jadi itu harus ikut persamaan," kata Diah Kurniasari Gunawan.

Hasil penelusuran P2TP2A Garut, para santri yang menjadi korban perkosaan oknum guru itu ternyata diiming-imingi sekolah gratis. Diketahui sebagian besar korban berasal dari Garut, Jawa Barat. kebanyakan para korban masuk ke sekolah tersebut mulai dari tahun 2016,artinya semenjak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.

Baca Juga: Siap Kolaborasi dengan BP2MI, Pemkab Pohuwato Berencana Kirim Perawat ke Jepang dan Jerman


Dari hasil keterangan pelaku, tindakan asusila yang dilakukan pelaku kepada belasan muridnya ini dilakukan tak hanya di yayasan sekolah saja, tapi juga dilakukan di beberapa tempat lainnya.

Tindakan asusila ini mulai nampak setelah salah satu korban pulang ke rumah saat akan merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Orang tua dan keluarga salah satu korbannya ternyata sudah menyadari hal yang aneh pada anaknya hingga diketahui anaknya hamil.

Berawal dari situlah, korban dan keluarga ditemani oleh kepala desa setempat melapor ke Polda Jabar.

Dari hasil laporan dari pihak keluarga tersebut, Polisi langsung melakukan penyelidikan hingga terungkap bahwa ada 12 santriwati yang diperkosa oleh seorang
oknum guru.

Pelaku didakwa melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sedangkan dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

"Terdakwa diancam pidana sesuai pasal 81 Undang-undang perlindungan anak, ancamannya pidana 15 tahun tapi perlu digarisbawahi ada pemberatan, karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga hukumannya menjadi 20 tahun," Ucap (Plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Riyono.

Riyono juga menambahkan, ada kemungkinan hukuman kebiri kepada pelaku. Kita lihat saja nanti bagaimana hasil dari pertimbangkan di persidangan.***

Editor: Harry Tri Atmojo

Tags

Terkini

Terpopuler