Crypto dan NFT Sedang Tren, Ustadz Adi Hidayat Menjelaskan Pandangan Islam Tentang Transaksi Ini

- 13 Februari 2022, 14:03 WIB
Ilstrasi. Crypto dan NFT Sedang Tren, Ustadz Adi Hidayat Menjelaskan Pandangan Islam Tentang Transaksi Ini
Ilstrasi. Crypto dan NFT Sedang Tren, Ustadz Adi Hidayat Menjelaskan Pandangan Islam Tentang Transaksi Ini /pixabay/tamimtaban

PORTAL SULUT – Saat ini transaksi crypto dan Non-Fungible Token atau NFT sedang ramai belakangan ini.

Sehingga membuat banyak yang bertanya tentang hukum crypto dan NFT dalam pandangan islam.

Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dan kebingungan dari berbagai sedurut pandang.

Baca Juga: Inilah! Tanggal Lahir Kumpulan Orang-Orang Kaya Raya, Setelah Umur 35 Tahun Berdasarkan Pranoto Mongso

Salah satu ustadz kondang terkenal yakni Ustadz Adi Hidayat saat ditanya mengenai crypto dan NFT menjawab hal ini di kaal YouTube Adi Hidayat Official.

Ustadz Adi Hidayat mengatakan bahwa dirinya ingin menjelaskan mengenai crypto ataupun NFT dari sudut pandang islam, sebab menurutnya islam sebagai pedoman hidup sangat mendukung perkembangan zaman.

Menurutnya berbagai kemajuan dalam perkembangan dalam peradaban sangat diapresiasi oleh islam, baik keilmuan tentang arsitektur, teknologi hingga teknologi dalam transaksi.

Hal itu menurut Ustadz Adi Hidayat islam menyediakan 5 pedoman atau pegangan dalam berkehidupan dan ini menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia.

Dirinya mengatakan bahwa pedoman manusia dalam berkemajuan jika hal ini terjaga dengan baik.

Ini menurutnya disebut dengan tuntunan pokok dalam syariah beragama ini dapat dilakukan.

Yang pertama adalah Hifdun Nafs atau menjaga jiwa.

Maksudnya adalah jangan sampai kemajuan-kemajuan dalam berteknologi, misalnya di bidang militer, arsitektur dan sebagainya ini mengancan jiwa.

“Maka diturunkan pedoman-pedoman dalam islam yakni misalnya wajibkan seperti ini, seharusnya seperti ini dan jangan sampai membahayakan jiwa-jiwa yang ada,” ujar ustadz Adi Hidayat.

Yang kedua, hifdul mal atau kedudukan harta.

Ini adalah tujuan syariah, pedoman agama serta membimbing manusia dalam menjaga harta.

Memastikan hak dan kewajiban terpenuhi serta mendukung nilai-nilai kehidupan serta tatanan sosial sehingga tidak ada yang dirugikan.

Baca Juga: Begini Sifat dan Karakter Pribadi Seseorang Berdasarkan Huruf Awal Nama, Kata Pakar Spiritual Jawa

Hal ini jelasnya dijelaskan pula ada turunan-turunan pedoman ini dalam kehidupan sosial.

“Misalnya dalam kewajiban sosial, ada kewajiban berzakat sehingga kekayaan tidak hanya dimonopoli oleh satu golongan atau unsur manusia manapun,” jelasnya.

Dalam rahan pembahasan crypto dan segala turunan-turunannya yang ada di blockchain ini Ustadz Adi Hidayat mengatakan bahwa semuanya diatur dalam pedoman yang tadi.

“Pendampingan syariahnya yakni di tujuan pokok syariat yang tadi kedua yakni Hifdul Mal, dalam konteks menjaga harta, sebab semua pokok pembahasan ini ada dalam konteks yang kedua,” ujarnya.

Dirinya melanjutkan bahwa hal tersebut masuk dala kategori interaksi yang melibatkan unsur harta.

Lalu bagaimana islam memberikan perlindungan dalam transaksi dan iteraksi harta ini dalam konteks mu' amallah atau dalam konteks kehidupan manusia satu dengan yang lain.

“Maka nanti ada konsep dasar yang nantinya semua orang akan sepakat dan secara logika juga diterima, dan dibutuhkan oleh siapapun, apalagi oleh insan beriman yang sejatinya harus menaati ini semua,” jelas Ustadz Adi Hidayat.

Dijelaskan jika yang digunakan dalam berinteraksi ini ada unsur transaksi misalnya pertukaran antara benda dengan benda atau benda dengan jasa denga nominal tertentu maka ada ketentuan-ketentuan pokok.

Baca Juga: Tanggal Lahir yang melahirkan Orang-Orang yang Awet Muda, dan Berhati Mulia, Menurut Eyang Semar

“Jika barang dengan barang ataupun jasa dengan satu barang maka mesti jelas nantinya, yakni benda jelas bendanya kalau jasa jelas jasanya yang memang memiliki nilai yang bisa dipertukarkan,” sambung Ustadz Adi Hidayat.

Jelas di sini menurutnya adalah sesuatu yang wujudnya terlihat, atau keberadaannya terlihat.

Dirinya mengatakan bahwa contohnya antara uang dengan barang, sebab keduanya bersifat materi dan bisa dipertanggung jawabkan keberadaannya.

“Maka syarat utama dalam dalam fikih islam itu adalah barangnya mesti terlihat atau ada secara materi, maka dengan itu kepemilikan dari barang tersebut bisa dipastikan sempurna. Atau yang menandakan jika itu milik kita, artinya wujud dari barang itu memang ada,” jelas Ustadz Adi Hidayat.

Jangan sampai menurutnya seperti fatamorgana yang bisa dilihat tapi wujudnya tidak bisa dirasakan, menurutnya transaksi seperti ini tidak bisa memberikan kepastian.

Tidak memberikan kepastian disini adalah seperti judi ata qimar yang sifatnya gambling atau tidak pasti.

“Dimana orang yang mengeolola juga bisa untung sendirian tanpa memikirkan nasib dari orang yang menaruh hartanya di situ. Hal ini menimbulkan sesuatu yang sifatnya manipulatif itu qharar namanya, sehingga qharar dan qimar adalah sesuatu yang sangat dicegah oleh agama,” jelasnya.

Sehingga bisa menimbulkan mudarat atau ketidakseimbangan dalam transaksi ini sehingga berpotensi merugikan.

Baca Juga: WETON KEREN! 5 Weton Taat Ibadah dan Kuat Rezekinya Menurut Ramalan Primbon Jawa Pal Nabi Ibrahim.

“Sekarang saya contohkan, jika saya memiliki barang, misalnya peci ini lalu akan dijual, lalu anda punya alat tukar, artinya kita akan bertransaksi dengan barang yang terlihat, uangnya kelihatan dan pecinya juga kelihatan,” ucapnya.

Nah dirinya menambahkan ada juga transaksi yang digunakan untuk mengumpukan sedekan bgi kaum duafah, itu wujud fisiknya ada sebab bentuk dan keberadaan uangnya bisa dilihat secara materi.

“Akan tetapi jika dalam transaksi crypto itu bisa menimbulkan hal yang gambling, sebab secara wujud hal tersebut bisa dihadirkan. Di sini saya jelaskan bahwa memang dalam menjual NFT bisa dibuktikan wujudnya dengan disimpan di galeri lalu diptint itu wujudnya ada, tapi yang menjadi persoalan adalah dia ditransaksikan dengan uang crypto yang wujudnya tidak ada,” lanjut Ustadz Adi Hidayat.

Dirinya mengatakan bahwa memang secara digital nilai-nilai dari mata uang crypto ini bisa terlihat, tetapi tidak bisa dimunculkan dalam wujud yang bisa dibuktikan secara mateil.

“Jika crypto ini bisa diwujudka secara materil maka tidak ada masalah, tetapi hal ini tidak terjadi. Maka kenapa dalam urusan ini ulama sangat ketat, sebab hal ini tidak sesuai dengan syariat yang ada,” jelasnya.

"Jangan sampai dari transaksi ini malah hanya menguntungkan salah satu komunitas tertentu namun malah menimbulkan kerugian bagi banyak umat,” terangnya.***

 

Editor: Jaka Prasojo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x